Bohr mengatakan berhentilah Einstein untuk menyuruh Tuhan harus seperti apa, jangan memerintah Tuhan keliru jika kita menganggap tugas Fisika adalah untuk menemukan bagaimana alam ini, tapi fisika menangani apa yang kita katakan tentang alam.
Bohr berkata bagi makhluk yang tergantung pada bahasa kita tertunda oleh bahasa, Karlina Supelli menafsirkannya sebagai diantara kosmologi dan kosmologi realitas dan realitas, manusia tertunda oleh bahasa.
Galileo menyaring kata dari sabda Ockham menurunkan sekularisasi filsafat dan sains akhirnya bisa menamakan Tuhan, Decart melahirkan metafora mesin barangkali kosmologi juga harus bungkam di titik itu.
Kata Ockham syukur kalau kita bisa memberi nama, antara kosmos dan Tuhan barangkali ada jeda yang tiada habis senyapnya, yang paling melegakan yaitu berandai-andai menemukan ruang umpama sehingga George Herbert dengan cerdas memanfaatkan kata if (jika) dalam pusinya.
Kalau diringkas kira-kira dia menantang Tuhan, ketika ada meteor jatuh dipangkuannya dia mengebaskannya tiba-tiba dia mendengar suara yang mengatakan, bahwa kamu itu selalu bebal karena selalu membantah maka ada meteor jatuh padamu.
Lalu dia mengatakan bahwa akupun punya senjata kalau Kamu punya meteor, maka senjataku adalah air mata, tangis dan doa setiap malam dan Engkau tidak mendengarkan maka sekarang aku tantang Engkau, kita sama-sama memegang senjata dan Kamu tidak akan mengelak.
Jangan mengelak, karena kalau kamu mengelak juga dari tantangan ini dan dari panahku aku akan sekarat toh aku sudah besar melampaui aku sebelumnya, karena pada akhirnya aku yang terbatas dan Engkau yang tak terbatas hukum-Mu berlaku pasti mau aku lawan mau aku bangkang.
Aku berandai-andai pada akhirnya sabda itu pasti tapi ruang andaian membuat kita lega.***