ASPIRASIKU - Indonesia tengah berada di titik krusial dalam sejarah demografinya.
Diperkirakan hingga tahun 2045, bangsa ini menikmati apa yang disebut sebagai bonus demografi, yaitu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan usia non-produktif.
Fenomena ini bukan sekadar angka statistik, melainkan peluang emas untuk melonjakkan kemajuan bangsa menuju status negara maju. Namun, peluang ini juga bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan baik.
Bonus demografi ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini bisa menjadi modal utama untuk pembangunan ekonomi, peningkatan produktivitas, dan penguatan daya saing bangsa.
Baca Juga: Jumlah Pengangguran di Indonesia 2025 Naik Jadi 7,28 Juta Orang, Meski TPT Turun Tipis
Namun di sisi lain, tanpa kebijakan yang tepat dan implementasi yang efektif, kelebihan tenaga kerja justru dapat memicu pengangguran massal, kemiskinan, dan ketimpangan sosial.
Oleh karena itu, langkah strategis dan terencana sangat dibutuhkan untuk mengubah potensi ini menjadi kekuatan nyata.
Salah satu kunci utama dalam mengelola bonus demografi adalah peningkatan kualitas pendidikan.
Indonesia harus memastikan bahwa generasi mudanya memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja masa kini dan masa depan.
Baca Juga: Gaji PPPK Guru SMA dan SMK di Lampung Capai Rp4,2 Juta, Paling Kecil Segini...
Pendidikan vokasi dan pelatihan teknis perlu diperluas, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di daerah terpencil.
Kurikulum harus adaptif terhadap perkembangan teknologi dan tren industri global seperti kecerdasan buatan, ekonomi digital, dan energi terbarukan.
Selain itu, pembangunan sektor kesehatan tak kalah penting. Generasi muda yang sehat adalah fondasi dari tenaga kerja yang produktif.
Pemerintah perlu memastikan akses layanan kesehatan yang merata, mulai dari perbaikan gizi balita hingga penanganan kesehatan mental remaja.