“Tapi ibu tidak terlalu paham. Karena memang Sonia jarang sekali membawa ke rumah. Ia pun tidak mengenalkan ke kami. Dan sampai akhirnya kami tau telah begini jadinya. Kami bingung harus bagaimana. Ini aib untuk keluarga. Kamu maafkan Sonia ya,” tambahnya lagi, sesekali ia menghela nafas, berusaha tenang dan ingin menyudahi ceritanya.
Baca Juga: Awal Tahun 2022 Anak Usia 6-11 Tahun di Bandar Lampung Ditarget Telah Vaksinasi
Aku diam. Dalam benak aku berpikir kasihan juga yang dialami Sonia. Ia memilih jalan yang salah, setelah melewati jalan yang salah denganku karena pacaran. Aku dan Sonia memang tidak pernah berbuat acam-macam. Namun setidaknya dengan berpacaran aku dan Sonia berusaha menipu Tuhan. Terlebih dengan terjadinya kejadian ini. Aku juga tidak tau harus berbuat apa.
Saat itu yang kuyakini adalah ketika aku putus dengan Sonia, aku memang telah menegaskan untuk sendiri terlebih dahulu. Sampai pada waktunya aku siap untuk menikah, bukan lagi pacaran. Sonia terlalu dini untuk merasakan hal seperti ini.
“Nak. Apakah kamu mau menjadi bapak dari anak Sonia ini,” suara itu, pernyataan yang sedari di kosan aku takuti. Bukan aku yang berbuat. Tapi aku diminta untuk bertanggungjawab. Aku dalam posisi ketidaksiapan. Apa kata orang tuaku jika aku menerima tawaran itu.
Meski memang yang dimaksdukan adalah aku untuk menyelamatkan bayi tersebut. Juga menyelamatkan keluarga Sonia agar tidak terlalu dicap buruk oleh tetangganya. Tapi sungguh aku belum sanggup. Akupun menolak.
Baca Juga: 3 Zodiak yang Hubungannya Sedang Mendapatkan Karma Bahkan Putus di Hari Ini
“Maaf bu, yah, dan adik-adik. Jay bukan menolak. Tapi Jay tidak bisa. Jay tak setegar itu. tak punya kapasitas yang lebih untuk bertanggungjawab atas apa yang bukan Jay lakukan,” ekspresiku kaku. Seto yang melihatku pun gelisah.
“Iya nak. Kami paham. Semoga kamu mendapatkan yang terbaik. Sekali lagi, maafkan kami jika ada salah ya,” ayahnya berusaha ikhlas dengan apa yang terjadi.
“Terimakasih sudah memahami. Semoga bayi yang lahir ini soleh ya. Jadi seseorang yang beriman dan bertaqwa. Baik pada Tuhan maupun pada keluarga. Jay pamit. Maaf Jay nggak bisa melihat bayinya Sonia. Titip salam saja ya,” aku pun akhirnya memutuskan untuk pulang. Meninggalkan semua yang telah terjadi di rumah sakit.
Seto mengikutiku. Bahkan, merangkul pundakku. Ia berulang kali memintaku tenang dan menerima kenyataan. Memang terlalu sulit hal tersebut untuk dicerna. Akal sehatku berusaha memberontak. Sesuatu yang terjadi seperti tidak mungkin terjadi. Tapi, inilah nyatanya. Allah telah berkehendak. Tidak ada yang tidak mungkin.
Baca Juga: Ini Cara Menghadapi Pacar Ghosting dengan Sangat Sederhana
Sepanjang perjalanan Seto pun mengingatkan, bahwa Tuhan tidak merestui mereka di masa lalu. Tetapi, percayalah bahwa Tuhan akan merestui dia di masa depan.
“Mungkin Sonia bukan jodohmu, dan orang-orang yang telah pergi lainnya. Bisa saja jodohmu seseorang yang tengah dipersiapakan hingga akhirnya kamu sudah pantas memilikinya, atau bahkan, jodoh yang kita akan dapatkan adalah maut berupa kematian sebelum adanya pernikahan. Kita tidak pernah tau Jay,” ujar Seto menenangkanku, memberikan pemahaman agar aku tegar menghadapi semua ini.
Hari ini, malam pun seolah menjadi bentangan kelabu yang gelap bagi hidupku. Namun, kejadian demi kejadian yang ditemui sudah cukup menguatkan, bahwasannya cinta yang salah adalah cinta yang dipaksakan. Cinta yang ditempuh dengan cara-cara yang keliru. Pacaran sebelum halal, yang akhirnya aku anggap sama saja dengan “menipu” Tuhan. Bagaimana tidak mungkin. Karena pacaran ada saja doa pujian yang ditujukan untuk “menipu” Tuhan. Kelak saatnya meski dengan kesendirian, aku percaya bahwa Allah sudah menyiapkan jodoh yang terbaik, selama diri ini mau dan terus berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan yang terbaik.