“Sudah lihat saja. Roy di kosan ini ya cuma dia, siapa lagi.” Seto menyeretku untuk segera melihat kejadian yang tak biasanya terjadi itu.
Memang terdengar gaduh. Suara seorang ibu yang memaki-maki begitu jelas terdengar. Suara tangis seorang perempuan juga tampak jelas masuk ke telinga. Sebenarnya ada apa? Sedari menuju ke dalam kosanpun aku sudah penasaran karena suara gaduhnya. Terlebih Seto mengabarkan seperti ada korban jiwa yang terjadi di dalam kosan tersebut, dan membuat rasa penasaranku berlipat ganda.
**
“Kamu apakan anakku? Coba jawab? Apa kamu itu tidak diajarkan agama sama orang tua. Sampai berani-beraninya mengurung Leni, anak saya berduaan, bukan muhrim, kamu ini!” suara kekesalan seorang ibu. Ia bertanya hingga menjambak rambut Roy. Ibu yang tidak rela anaknya yang bernama Leni kenapa-napa. Roy hanya diam. Sedangkan anak perempuan itu masih tetap pada posisi ketakutan dan menangis.
Baca Juga: Khutbah Jumat Singkat tentang Konsep Pendidikan Islam dan Anak Sholeh Aset Orang Tua
Sedangkan ayahnya Leni masih bersikap tenang. Tapi matanya berkaca-kaca. Ia tak tahu harus bagaimana. Di tonton sebegitu banyaknya orang. Rasa malu bercampur aduk. Meski mereka bukan warga sekitar.
Perempuan itu kabur dari rumahnya. Dari Jakarta ke Lampung hanya ingin menemui kekasihnya yang bekerja di Lampung. Tak ada izin dari kedua orang tuanya. Wajar saja kedua orang tua dari si perempuan itu benar-benar marah dengan Roy.
Ketua RT, yang biasa kami –anak-anak kos memanggil pakde itu juga berusaha menenangkan sang ibu yang terus merasa tidak terima dengan apa yang telah terjadi kepada anaknya. Berusaha menjadi penengah dan berusaha memberi jalan keluar terhadap kedua belah pihak sembari menanti kedatangan kedua orang tua dari Roy ke lokasi.
Suara sumbangpun aku dengar. Karena cinta yang menggilakan. Bisa jadi cinta yang menggelikan. Karena cinta, manusia suka “menipu” Tuhan. Bukan hanya menipu orang-orang disekitarnya. Padahal Tuhan selalu tau apa yang dikerjakan, dan apa yang dilakukan umatnya.
Tapi benar saja. Pekan lalu, aku baru saja mendengar temanku di sekolah dasar dulu menghamili seorang remaja putri yang masih duduk di bangku SMP. Karena hamil. Ia pun harus menikahinya. Bertanggungjawab atas apa yang telah mereka perbuat. Kabar yang kudengar begitu mengerikan.
Di koran-koran juga. Baru-baru ini memberitakan seorang remaja putra yang masih duduk di bangku SMA. Bunuh diri dengan menenggak racun serangga karena putus cinta. Sungguh-sungguh mengerikan.
Aku jadi ingat. Enam bulan yang lalu. Sebelum akhirnya aku benar-benar yakin meninggalkan kekasihku. Meninggalkan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi. Meninggalkan janji-janji yang membuaikan. Meninggalkan semua yang aku dan mantan kekasihku itu sebagai manusia yang selalu berusaha “Menipu Tuhan”.
Sangat ingat sekali. Belum begitu lama. Pada Juni 2013. Saat pertengkaran hebat antara dua manusia yang saling tuding karena cemburu.