Setiap pihak memiliki perspektif dan pengalaman berbeda yang bisa memperkaya proses pengambilan keputusan dan menghindari potensi kesalahan atau kelalaian.
Jika batas kritis dilanggar, maka harus ada tindakan korektif yang jelas dan terdokumentasi.
Misalnya, jika suhu pasteurisasi turun di bawah 72°C, maka produk harus ditahan, tidak boleh dijual, dan perlu diperiksa lebih lanjut atau bahkan dimusnahkan.
Selain itu, penyebab penyimpangan harus diidentifikasi dan diperbaiki agar tidak terulang di masa mendatang.
Perlu juga dilakukan peninjauan berkala terhadap batas kritis. Kondisi produksi yang berubah, penemuan bahaya baru, atau perkembangan teknologi dapat memengaruhi keefektifan batas kritis yang telah ditetapkan sebelumnya.
Baca Juga: BNN Ungkap 285 Tersangka Narkoba, 10 Persen di Antaranya Ibu Rumah Tangga yang Diperdaya Sindikat
Oleh karena itu, tinjauan sistem HACCP secara berkala menjadi langkah strategis untuk tetap relevan dengan dinamika industri pangan.
Kesimpulannya, penentuan batas kritis dalam HACCP adalah proses penting dan sangat teknis yang tidak boleh dianggap remeh.
Dibutuhkan pendekatan berbasis risiko, keilmuan, serta pengalaman praktik yang solid.
Baca Juga: Naik Gunung karena FOMO: Panggilan Alam atau Sekadar Ajang Validasi?
Dengan batas kritis yang tepat dan efektif, kita bisa memastikan bahwa produk pangan yang dihasilkan tidak hanya lezat dan menarik, tapi juga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.***