ASPIRASIKU — Harga minyak dunia melonjak tajam dan menyentuh level tertinggi dalam lima bulan terakhir menyusul eskalasi konflik di Timur Tengah, setelah Amerika Serikat melancarkan serangan ke fasilitas nuklir utama Iran.
Lonjakan harga terjadi di tengah kekhawatiran pasar akan terganggunya pasokan energi global.
Minyak mentah Brent tercatat naik 2,49% menjadi USD78,93 per barel atau sekitar Rp1.278.666, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 2,56% ke USD75,73 per barel atau setara Rp1.243.800.
Bahkan, pada awal sesi perdagangan, kedua kontrak sempat meroket lebih dari 3%, masing-masing menyentuh USD81,40 untuk Brent dan USD78,40 untuk WTI — level tertinggi sejak Januari 2025.
Baca Juga: BNN Ungkap 285 Tersangka Narkoba, 10 Persen di Antaranya Ibu Rumah Tangga yang Diperdaya Sindikat
Kenaikan tajam ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer AS telah menghancurkan fasilitas nuklir utama Iran.
Tindakan tersebut memicu babak baru ketegangan geopolitik di kawasan, dengan Iran menyatakan kesiapan untuk melakukan serangan balasan.
Serangan terhadap Iran menimbulkan kekhawatiran besar di pasar energi global, mengingat Iran merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di antara negara anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak).
Baca Juga: Naik Gunung karena FOMO: Panggilan Alam atau Sekadar Ajang Validasi?
Ketidakpastian ini menjadi pemicu utama lonjakan harga yang terjadi.
Mengutip laporan Reuters, para analis mencatat bahwa reaksi pasar mencerminkan tidak hanya respon atas serangan militer, tetapi juga meningkatnya ketidakpastian terhadap stabilitas pasokan energi dunia.
Negara-negara pengimpor minyak kini dikabarkan mulai mencermati perkembangan lebih lanjut, karena eskalasi konflik berpotensi memperpanjang volatilitas harga dan memicu krisis pasokan energi jika ketegangan tidak segera mereda.***