ASPIRASIKU - Dulu setelah lulus SMA dan masih menyandang status pengangguran, saya pernah mengalami hal yang menyakitkan. Dituduh maling HP.
Yang lebih menyakitkan, orang yang menuduh saya maling adalah saudara sendiri, alias semarga. Dalam silsilah Batak, orang yang semarga dengan kita otomatis adalah saudara.
Kejadiannya bermula saat kami nongkrong di warung milik si saudara ini. Saya memanggilnya kakak karena usianya lebih tua. Posisi warung ada di bagian depan, sementara rumahnya di bagian belakang.
Baca Juga: Menikmati Cahaya dari Bukit Bintang Yogyakarta: Harga Tiket, Fasilitas, dan Lokasi
Saat ini hari minggu. Saya dan beberapa teman hendak jalan-jalan ke pantai. Kebetulan jarak dari rumah ke Pantai Pandaratan hanya sekitar 1 km saja.
Lantas kami memilih nongkrong di warung si kakak ini untuk menunggu beberapa teman lain yang belum datang. Kami lantas duduk di teras depan, tidak masuk ke dalam warung.
Namun sekitar 15 menit duduk di bangku teras, tiba-tiba ada yang lagi heboh di dalam warung. Ternyata salah satu teman si kakak ini kehilangan HPnya.
Baca Juga: Daftar Top 22 Peserta Indonesian Idol 2023 yang Akan Tampil di Babak Showcase Pekan Depan
Awalnya kami santuy-santuy saja. Karena kami mikir itu pasti terselip atau salah letakin aja. Namun setelah beberapa saat dicari, HP itu belum juga ketemu.
Lantas ‘bola panas’ diarahkan ke kami. Awalnya si pemilik warung menanyakan “Ada kalian lihat HP Nokia?” kami jawab “Tidak.”
Si kakak ini lalu bilang kalau itu adalah HP temannya yang merupakan dose nasal Kota Tarutung. Tapi karena memang tak melihat sama sekali, kami tetap menjawab tidak tahu.
Baca Juga: 10 Rumah Makan Enak di Bandar Lampung Ini Nyaris Tak Pernah Sepi
Namun jawaban itu tidak menyurutkan rasa curiga mereka kepada kami. Kemudian yang awalnya pertanyaan berubah menjadi tuduhan.
“Dek, tolonglah pulangin, itu HP kawanku,” kata si pemilik warung kepadaku.
Mendengar ucapan itu aku langsung bereaksi. “Maksud kakak apa? nuduh aku yang curi HP itu?,” tanyaku dengan tegas.