PETANI SINGKONG MERABA NASIB: POLEMIK HARGA DAN PERUSAHAAN TUTUP, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

photo author
- Sabtu, 8 Maret 2025 | 10:00 WIB
Ilustrasi Petani Singkong (Pexels.com/Safari Consoler)
Ilustrasi Petani Singkong (Pexels.com/Safari Consoler)

ASPIRASIKUPETANI SINGKONG MERABA NASIB: POLEMIK HARGA DAN PERUSAHAAN TUTUP, TANGGUNG JAWAB SIAPA? - Opini Annisa Reswari.

Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Penggalan lagu karya Yok Koeswoyo berjudul Kolam Susu yang dinyanyikan oleh Koes Plus tersebut merupakan ungkapan syukur sekaligus kebanggaan bagi Bangsa Indonesia.

Sebab liriknya dinilai mampu menggambarkan potensi kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah, hingga kayu dan batu pun dapat ditanam dan mencukupi kebutuhan manusianya.

Bahkan lebih jauh lagi, lagu ini dapat dilihat berupaya menyampaikan pesan tentang eksistensi manusia dan alam di Indonesia.

Namun, tembang yang ramai pada tahun 1970 itu sepertinya tak lagi relevan untuk saat ini. Ia justru menyisakan ironi yang membuat banyak orang meratapi hilangnya “tanah surga” itu.

Baca Juga: Dibuka 5 Hari! Mudik Gratis Jawa Timur 2025: Jadwal, Rute, dan Cara Daftar!

Salah satu ironi yang patut mendapatkan perhatian serius seluruh elemen masyarakat adalah terkait nasib petani singkong.

Pasalnya, selain harus bergeliat merawat tanaman dari hama dan bertaruh pada cuaca, mereka pun dipaksa bertarung dengan perusahaan yang sewenang-wenang dalam menentukan harga.

Bahkan beberapa bulan kebelakang, singkong hasil panen petani dihargai kurang dari 1.000 rupiah per kilogram.

Rendahnya harga beli yang dilakukan perusahaan ini tentu sangat merugikan dan menyulut kemarahan petani, khususnya petani singkong di Provinsi Lampung.

Baca Juga: Pansus DPRD Lampung Tetap Lanjutkan Tugas Meski Kementan Tetapkan Harga Singkong

Hal ini mendorong petani singkong dari berbagai kabupaten yang ada di Lampung untuk melakukan aksi massa di Kantor Gubernur Provinsi Lampung pada 13 Januari 2025 lalu.

Dalam aksi tersebut, para petani meminta tindakan tegas dari Pemprov untuk dapat mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada petani.

Meskipun sebelumnya sudah terdapat Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara petani dan pengusaha tapioka yang menyepakati harga singkong sebesar Rp1.400/kg dengan refaksi (potongan) maksimal 15%.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Yoga Pratama Aspirasiku

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Menggerakkan Roda Literasi Masyarakat

Jumat, 7 November 2025 | 18:37 WIB

DEMONSTRASI: AKUMULASI KEKECEWAAN RAKYAT

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 15:02 WIB

MARWAH KAMPUS TUMBANG LEWAT IZIN TAMBANG

Selasa, 28 Januari 2025 | 06:00 WIB

Penyebab Banjir di Bandar Lampung Pure Cuaca Ekstrem?

Senin, 26 Februari 2024 | 13:00 WIB

Pesan Penting untuk Anakku....

Selasa, 16 Januari 2024 | 20:32 WIB

Harap-harap Cemas PON Lampung

Senin, 27 November 2023 | 19:56 WIB
X