ASPIRASIKU - Penulis Opini Annisa Reswari, Lampung:
TRIGGER BAGI RAKYAT
Euforia 17 Agustus belum lagi sirna, namun masyarakat sudah harus dihadapkan pada banyaknya tindakan provokasi dan kontroversi pejabat publik.
Sejak awal dilantik, pemerintahan Prabowo dinilai belum mampu menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat maupun membawa kemajuan bagi negeri.
Efisiensi anggaran pada berbagai sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan, keterlibatan militer dalam urusan sipil yang terejawantahkan dalam Revisi UU TNI, peluncuran Danantara, Kebijakan Pemblokiran Rekening Dormant oleh PPATK, kenaikan pajak yang mencapai lebih dari 200%, hingga kenaikan tunjangan dan gaji DPR menjadi sumbangan kado terbaik dari eksekutif dan legislatif bagi masyarakat dalam HUT RI ke-80.
Baca Juga: Kopdes Merah Putih Jadi Outlet Resmi Beras SPHP, Harga Mulai Rp12.500 per Kg
Selain kebijakan yang tak menjawab permasalahan, tidak memadainya gaya komunikasi para pejabat publik turut memperkeruh situasi kebatinan banyak pihak.
Buruknya komunikasi para pejabat publik ini dapat dilihat dari cara mereka menanggapi masalah yang sedang terjadi di masyarakat hingga tidak tepatnya mereka dalam menilai suatu peristiwa di masa lalu.
Misalnya saja, Hasan Nasbi (Kepala Komunikasi Istana) yang mengeluarkan statement “Dimakan saja kepala babinya” saat salah satu jurnalis independen Tempo mendapat teror kepala babi yang dikirim ke kantornya, Yusril Ihza Mahendra (Menko Hukum & HAM) yang menolak fakta sejarah dan menyatakan bahwa Peristiwa Mei 1998 bukan pelanggaran HAM berat, sampai Fenomena Joget anggota DPR dalam Sidang Tahunan MPR yang dinilai tidak merepresentasikan kondisi rakyat yang diwakilinya.
Baca Juga: Pemerintah Janjikan Rumah Subsidi untuk Keluarga Driver Ojol Affan
KONDISI HARI INI
Kebijakan dan tindakan pejabat publik tersebut tentu menciderai siapa pun yang memiliki nurani, mengetahui -bahkan merasakan- penderitaan hidup negeri ini, serta mau berpikir.
Di penghujung bulan kemerdekaan ini, seluruh elemen telah bergerak menuju satu titik: menuntut keadilan dan kesejahteraan.
Dimulai dari gejolak di Pati yang menuntut mundurnya sang bupati, hingga kemarin (29 Agustus 2025) ribuan masyarakat di berbagai daerah turun ke jalan, menyuarakan dan menuntut haknya.