Lebih parah lagi, masyarakat yang mencoba mengganggu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan dijatuhi pidana, bahkan denda hingga 100 juta rupiah (Pasal 162 UU Minerba No. 3 Tahun 2020)
3. Perusahaan tambang masih bisa beroperasi meskipun terbukti merusak lingkungan.
Dalam UU ini, kewajiban perusahaan dalam perbaikan lahan bekas tambang sekarang ini cukup mengerjakan salah satu kewajiban perbaikan saja.
Perusahaan tambang bisa bebas memilih antara Kegiatan Reklamasi atau Kegiatan Pascatambang (Pasal 96 huruf b).
Baca Juga: Apakah Kamu Cocok Jadi Psikolog? Cek 5 Kriteria Ini
Padahal dalam aturan sebelumnya (UU Nomor 4 Tahun 2009), perusahaan tambang wajib melakukan semua kegiatan Reklamasi dan Kegiatan Pascatambang sekaligus menyetor dana jaminan Reklamasi dan Pascatambang.
Tidak hanya itu, perusahaan yang terbukti abai dan tidak melaksanakan reklamasi ataupun kegiatan pascatambang, ternyata tetap bisa memperpanjang ijin kontraknya.
Bahkan sesuai dengan UU Minerba Pasal 169A, dengan dalih meningkatkan penerimaan negara, pemerintah malah memberi jaminan perpanjangan kontrak berupa KK dan PKP2B sebanyak 2 kali 10 tahun.
Berbagai pasal bermasalah di atas menunjukkan bahwa perubahan UU Minerba tidak berorientasi ada kepentingan bangsa dan masyarakat luas.
Tambang dengan nilai ekonomisnya justru menjadi alat jual beli kepentingan pemerintah dengan perusahaan.
Polemik dalam pengelolaan tambang tak berhenti hanya sampai disitu, baru-baru ini Badan Legislasi DPR RI (Baleg) menghebohkan masyarakat dengan rencana revisi UU Minerba yang “grasak-grusuk”.
Revisi tersebut melahirkan wacana pemberian izin pengelolaan tambang oleh organisasi masyarakat bidang keagamaan dan perguruan tinggi.
Wacana ini dihembuskan pertama kali oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) sejak 2016 yang dirumuskan dalam dokumen berjudul "Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045".
Baca Juga: Apakah Kamu Cocok Jadi Psikolog? Cek 5 Kriteria Ini
Dengan dalih menciptakan kemandirian pembiayaan kampus, wacana ini dibawa ke meja Baleg pada Januari 2025.