Baca Juga: Israel Gempur Teheran! Gencatan Senjata Baru Seumur Jagung, Serangan Balasan Diluncurkan
Upacara ini menjadi simbol pembuangan hal-hal buruk yang telah terjadi di masa lalu, sebagai bentuk penyucian lingkungan dan jiwa.
Larung dilakukan dengan harapan agar kehidupan di tahun baru lebih sejahtera, tenteram, dan dijauhkan dari bencana.
Tak ketinggalan, beberapa komunitas juga mengadakan pagelaran budaya seperti wayang kulit semalam suntuk yang bertema filosofi kehidupan.
Dalang biasanya membawakan kisah-kisah pewayangan yang sarat dengan nasihat moral dan spiritual, menjadi media refleksi yang menyentuh hati banyak orang.
Baca Juga: Polemik Trenggalek vs Tulungagung Memanas, Kemendagri Ungkap 16 Pulau Jadi Sengketa!
Meskipun sebagian generasi muda kini menganggap malam 1 Suro sebagai mitos belaka, tak bisa dipungkiri bahwa tradisi ini menyimpan nilai-nilai luhur tentang penghormatan terhadap waktu, leluhur, dan kekuatan tak kasatmata.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan materialistis, malam 1 Suro seolah menjadi oase spiritual untuk kembali menengok jati diri, mengingat asal-usul, dan meresapi makna kehidupan.
Dengan demikian, malam 1 Suro dalam kepercayaan Jawa bukan sekadar momen pergantian tahun, melainkan perjalanan batin yang menyatukan spiritualitas, tradisi, dan kebijaksanaan leluhur.
Ia mengajarkan kita untuk hidup lebih sadar, lebih dalam, dan lebih terhubung dengan alam semesta — sesuatu yang justru semakin relevan dalam dunia modern yang sering kehilangan arah.***