ASPIRASIKU – Belum lama ini saya melihat postingan video di akun Instagram Dewan Pers. Video itu adalah pertanyaan ‘mau gaji berapa’ kalau nanti jadi jurnalis/wartawan.
Pertanyaan ini diajukan kepada sejumlah mahasiswa yang baru mengikuti suatu kegiatan, mungkin semacam pelatihan jurnalisme atau sejenisnya.
Dari beberapa orang yang ditanya, ternyata mereka punya ekspektasi yang luar biasa soal gaji wartawan.
Ada yang menjawab kalau nanti jadi wartawan mau dapat gaji Rp10 juta hingga Rp20 juta. Ada juga yang tak mematok nominal, tapi mereka mintanya minimal dua kali UMR (Upah Minimum Regional).
Harapan para mahasiswa untuk dapat gaji fantastis di dunia jurnalistik diamini oleh Dewan Pers. Dengan menyebutkan “semoga harapan dan impian mereka menjadi kenyataan seiring dengan kemajuan ekosistem pers di Indonesia ya”.
Namun postingan ini bukannya mendapat dorongan semangat. Malah jadi bahan olok-olokan dan warning untuk mereka mengubur mimpinya dalam-dalam. Yang berkomentar tentunya para jurnalis yang sudah merasakan pahitnya ‘rasa gaji wartawan’.
Sampai saat ini penghasilan wartawan masih sangat rendah. Banyak yang di bawah UMR, banyak juga yang hanya diupah per berita yang terbit, atau hanya dapat persenan dari uang iklan yang didapat.
Kondisi inilah yang membuat masih maraknya kasus-kasus yang berkaitan dengan oknum wartawan. Terutama kasus pemerasan dan sejenisnya.
Banyak juga awak media yang mencari tambahan penghasilan dengan cara-cara lain. Seperti mencari iklan, naikin rilis/berita berbayar, atau sekadar nyari ‘uang liputan’.
Di luar itu, banyak juga teman-teman saya yang nyambi kerjaan lain. Ada yang jadi ojol, jualan pulsa, gorengan, ikan, sepatu, hingga jadi guru honorer.
Di kolom komentar postingan Dewan Pers itu, banyak jurnalis yang curcol (curhat colongan). Mereka ngasih tahu kalau gaji wartawan di angka 2 juta saja sudah sangat lumayan. Ada juga yang bilang ‘gaji dibayarkan tiap bulan saja udah syukur’.
Beberapa lainnya langsung menyarankan agar para mahasiswa sebaiknya cari kerjaan lain saja yang punya peluang gaji lebih besar. Jangan berharap dapat gaji hingga 2 digit kalau jadi wartawan.
Ada juga yang nyindir Dewan Pers soal postingan itu. "Dewan Pers nanya-nanya gaji wartawan? emangnya mau bantu bikin standar gaji yang layak?" tulis seorang netizen.
Besaran upah tak layak memang masih jadi bagian dari gelapnya dunia jurnalistik di Indonesia. Di beberapa media besar, baik skala nasional maupun lokal memang sudah banyak yang mampu membayarkan upah layak di atas UMR. Tapi sebagian besar belum mampu melakukannya.
Miris memang, tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi. Maka tidak heran banyak wartawan yang akhirnya banting setir cari profesi lain. Tapi banyak juga yang tetap menjalani profesi ini dengan semangat dan penuh kebanggaan meski diupah minim.