ASPIRASIKU - Kekurangan pasokan energi di Indonesia masih terjadi. Pemerintah secara rutin melakukan impor untuk menutupi kebutuhan energi, terutama minyak dan gas (migas).
Sumber daya energi yang ada di Indonesia belum mampu mencapai swasembada, sehingga butuh pasokan dari luar negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari hingga Agustus 2022, Indonesia telah mengimpor hasil minyak sebesar 16,53 juta ton seharga US$16,53 juta setara Rp248 triliun.
Kemudian impor minyak mentah 9,77 juta ton seharga US$7,51 miliar setara Rp112 triliun. Sementara nilai impor LPG mencapai US$ 4,09 miliar atau sekitar Rp58,5 triliun.
Di sisi lain, pemerintah juga direpotkan dengan anggaran kompensasi dan subsidi energi yang sangat besar. Maka pada 3 September 2022, pemerintah Indonesia terpaksa menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar, Pertalite dan Pertamax.
Kenaikan harga BBM ini jadi pilihan terakhir lantaran subsidi energi yang semakin menguras APBN. Dari data Kementerian Keuangan RI, anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun 2022 mencapai Rp502,4 triliun.
Setelah menaikkan harga BBM, pemerintah menargetkan anggaran subsidi energi turun menjadi Rp212 triliun di tahun 2023. Itu artinya setiap tahun negara harus mengeluarkan anggaran hingga ratusan triliun untuk memenuhi kebutuhan energi.
Sayangnya subsidi yang nilainya fantastis ini tidak tepat sasaran, karena lebih dari 70 persen justru jatuh di tangan masyarakat mampu. Belum lagi progam subsidi masih sulit menjangkau masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T).
Harga migas yang terus melambung menjadi beban bagi masyarakat, terutama warga miskin. Sementara kondisi global yang tak menentu masih terus mempengaruhi ketersediaan dan harga migas dunia.
Padahal untuk memenuhi kebutuhan energi, ada banyak sumber yang murah dan melimpah di sekitar kita, yaitu Energi Baru Terbarukan (EBT).
Untuk itu kita perlu melihat kembali potensi energi yang selama ini sudah tersedia tapi terabaikan. Salah satunya adalah biogas dari kotoran sapi. Di Provinsi Lampung potensi biogas sangat besar karena di tiap kabupaten/kota punya jumlah ternak sapi yang sangat besar.
Salah satu desa yang telah sukses mengolahan kotoran sapi menjadi energi biogas adalah Desa Wawasan, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan.
Pengolahan ini berhasil membuat warga desa Wawasan mandiri energi. Inovasi ini seharusnya bisa diterapkan di desa-desa lainnya yang memiliki ternak untuk mencapai kemandirian energi.
Lantas seberapa besar potensi biogas di Provinsi Lampung? dan bagaimana dampaknya pada kemandirian energi di desa-desa? Dari esai ini kita akan mengetahui bahwa kotoran sapi yang sering dianggap sebagai sumber pencemaran lingkungan justru bisa menjadi solusi mengatasi permasalahan energi.
PENGOLAHAN KOTORAN SAPI JADI ENERGI BIOGAS
Bau dan kotor, mungkin itulah yang pertama kali terlintas di benak kita saat mendengar kotoran sapi. Tapi di Desa Wawasan Lampung Selatan, kotoran sapi menjadi sumber inovasi yang membuat warga bisa memenuhi kebutuhan energi secara mandiri.