Jadi aku mikir, kalau Tuhan memang memanggilku untuk menikah, aku percaya Tuhan akan menyediakan pasangan yang terbaik untukku. Yang membuatku yakin untuk mengambil keputusan.
Tapi kalau ternyata Tuhan gak ingin aku menikah, yah gak apa-apa juga. Aku akan berusaha untuk menemukan apa yang Tuhan mau aku lakukan. Hidupku adalah milik Tuhan, bukan milikku sendiri.
Dengan pengertian itu aku gak lagi menjalin hubungan dengan pria tadi dan tak sibuk lagi nyari-nyari jodoh kesana sini.
Aku fokus mengembangkan diri dengan belajar hal-hal baru, menekuni bisnis baru dan aku merasa hidupku jauh lebih menyenangkan dan lebih berarti.
Aku bersyukur bahwa Tuhan menuntunku pada pengertian yang benar dan menghindarkan aku dari keputusan yang salah.
Tapi bisa jadi ada orang yang begitu takut pada apa kata orang dan terima saja saat disuruh nikah dengan seseorang yang tak sesuai dengan kata hatinya dan kemudian menyesalinya.
Dalam hal ini, menurutku seharusnya orangtua menjadi benteng terdepan untuk melindungi anaknya dari segala hal luar yang mencoba menjatuhkannya.
Bukan malah seperti "terprovokasi" untuk ikut - ikutan menjatuhkan anaknya hanya karena perkataan orang lain.
Orang tua seharusnya bisa berdiri untuk membela anaknya bila ditanya orang kapan anaknya menikah, bukan sebaliknya ikut merongrong anaknya cepat nikah hanya karena tak kuat dengan tekanan sosial.
Apakah orang tua gak sedih Kalau misal anaknya nikah dan salah pilih jodoh? Hidupnya jadi menderita dan tak mencapai tujuannya? Hanya karena diburu-buru nikah biar katanya gak bikin malu keluarga.
Tapi aku sadar, kita tak bisa mengendalikan lidah orang lain dari berkata hal-hal yang mungkin bisa bikin kita down. Yang bisa kita kendalikan adalah reaksi kita sendiri.
Apakah mau down atau cuek aja dan fokus pada apa yang benar-benar penting untuk hidup kita.
Ditulis oleh Rosdayanti Hasugian, seorang istri, ibu, pekerja, dan penulis part time. Tinggal di DKI Jakarta. ***