ASPIRASIKU - Beberapa hari terakhir, sedang marak pemberitaan terkait pasokan batubara di Indonesia yang semakin menipis. Akibatnya, kebutuhan untuk sektor energi terutama pembangkit listrik di tanah air pun terancam.
Guna mengatasi ancaman itu, pemerintah bergegas mengeluarkan aturan melarang ekspor batubara oleh produsen ke berbagai Negara langganan.
Beberapa Negara yang selama ini sudah rutin mendapat jatah batubara ekspor dari Indonesia mendadak diputus, mereka pun menjerit.
Salah satu ‘jeritan’ yang paling nyaring berasal dari Negara Sakura Jepang. Melalui duta besarnya, mantan penajajah Indonesia ini meminta agar kebijakan itu ditinjau lagi.
Tentunya pasokan batubara ke negaranya jangan disetop, karena tentunya akan mengancam juga kebutuhan energi di Negara itu.
Namun lantaran ini adalah soal ‘hidup dan mati’ tentunya pemerintah RI tak mau langsung mengiyakan. Amankan dulu dapur sendiri biar tetap ngebul.
Dari kejadian ini, sebenarnya sudah jelas bahwa potensi sumber daya alam (SDA) milik Indonesia sangat penting bagi kehidupan Negara lain.
Artinya Negara kita punya posisi tawar di atas, jadi semuanya bisa tergantung keputusan pemerintah mau mengutamakan yang mana dulu.
Namun berbicara soal sumber energi, harusnya kita jangan sampai lupa dengan Energi Baru Terbarukan (EBT) atau green energy yang ramah lingkungan.
EBT atau energi hijau ini potensinya ada di mana-mana dan tersedia di sekitar kita. Mulai dari energy angin, panas matahari, ombak laut, air, hingga bioenergy.
Konsep EBT sejauh ini sudah banyak dikembangkan Indonesia, baik oleh pihak universitas, perusahaan swasta dan BUMN, pelaku usaha kecil hingga perorangan untuk kebutuhan rumah tangga.
Sumber EBT bisa dijaring dari mana saja, bahkan memanfaatkan sampah atau kotoran yang bagi sebagian orang tak bernilai.
Banyak sekali potensi ini dan ada di sekitaran kita. Namun yang menjadi pertanyaan, sudah mampukan kita mengoptimalkan potensi itu sebagai pemenuhan energy?
Tercatat sudah ada beberapa BUMN yang mulai serius bertransformasi untuk penerapan EBT.
Yang terbaru PT Dirgantara Indonesia yang mulai menggunakan minyak sawit sebagai campuran bahan bakar avtur untuk pesawat yang mereka produksi.