ASPIRASIKU – Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah salah satu aspek penting demokrasi. Salah satu tujuan Negara demokrasi adalah membentuk situasi perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.
Hal tersebut pun tercantum dan tercermin dalam Deklarasi Universal HAM Pasal 21 ayat (3). Pada pasal tersebut disebutkan bahwa kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah.
Tak sampai disitu saja, lanjutannya, kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Lalu sejauh apa Negara ini melindungi kebebasan berekspresi dan berpendapat? Utamanya dalam mendukung pengawasan, kritik, dan saran terhadap penyelenggara pemerintah?
Tak ada jawaban yang memuaskan semua pihak, dari era reformasi hingga Indonesia telah berganti sebanyak lima presiden.
Baca Juga: Unggah Kampung Susun Akuarium, Anies Baswedan: Inilah Wajah Anak-Anak Pemilik Masa Depan
Contoh kasus, sepanjang 2020 tercatat oleh Amnesty International 132 kasus terkait dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE.
Dikutip Aspirasiku.id dari berita Pikiran-Rakyat.com berjudul “Belenggu Kebebasan Berekspresi, Negara Tak Berkomitmen terhadap HAM” dari jumlah 156 korban, 18 di antaranya adalah aktivis dan 4 jurnalis.
Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan, pada tahun 2021, sudah terjadi 56 kasus serupa, dengan total 62 korban.
Salah satu kasus terbaru adalah tuduhan pencemaran nama baik untuk Ketua Umum Serikat Pekerja Perjuangan, Stevanus Mimosa Kristianto. Karena orasinya memprotes PHK sepihak, Kristianto dijerat oleh Polda Metro Jaya dengan UU ITE.
Kriminalisasi dengan UU ITE juga menimpa Soon Tabuni dari Papua. Ia menjalani proses hukum terkait dengan unggahannya di Facebook pada Mei 2020 soal penembakan dua tenaga medis di Intan Jaya dan dua mahasiswi di Timika. Soon menuliskan bahwa orang yang bertanggung jawab atas insiden itu adalah Kapolda Papua.
Baca Juga: Guru dan Dosen Agama Hindu Harap Siap-siap, Kemenag Gelontorkan Beasiswa 3,9 Miliar
“Sementara M Asrul, seorang jurnalis di Palopo, Sulawesi Selatan, dituduh melakukan pencemaran nama baik karena menulis berita tentang dugaan korupsi proyek besar di Palopo pada bulan Mei 2019 lalu.
Saat ini, Asrul sedang menjalani proses persidangan. Jika terbukti bersalah, Asrul terancam dipidana penjara hingga 10 tahun,” kata Wirya melalui keterangan persnya, Senin 16 Agustus 2021.