ASPIRASIKU – Transformasi teknologi di sektor pertanian menjadi kunci perubahan cara petani Indonesia merencanakan, memelihara, dan memantau aktivitas bertani.
Namun, di tengah era digital, tidak semua petani siap menyambut teknologi canggih.
Menyadari tantangan ini, Bayu Dwi Apri Nugroho, STP., M.Agr., Ph.D, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, menekankan pentingnya penerapan teknologi sederhana sebagai solusi yang lebih realistis dan inklusif.
“Petani-petani kita sebagian besar memiliki lahan di bawah dua hektare. Maka teknologi yang digunakan juga harus disesuaikan, yang paling tepat adalah teknologi sederhana,” ujar Bayu dilansir dari ugm.ac.id
Sebagai pengamat pertanian dan perubahan iklim, Bayu mengungkapkan bahwa sebagian besar petani di Indonesia, khususnya yang tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan tertular), belum memiliki akses terhadap teknologi berbasis android.
Tidak jarang pula mereka kesulitan memperoleh sinyal yang stabil.
Merespons kondisi tersebut, Bayu merekomendasikan pemanfaatan teknologi pesan singkat atau Short Message Service (SMS) sebagai solusi tepat guna.
Teknologi ini dinilai lebih mudah diakses oleh petani, terutama yang berusia lanjut dan belum akrab dengan gawai pintar.
Baca Juga: 10 Ide Dekorasi Teras yang Membuat Rumah Anda Lebih Nyaman dan Menyenangkan
“Jika melihat langsung ke lapangan, banyak petani kita yang lanjut usia dan kurang akrab dengan teknologi baru. Maka SMS bisa menjadi opsi awal yang tepat,” jelasnya.
Bayu menuturkan bahwa sistem berbasis SMS ini sebelumnya pernah diterapkan dalam lingkup penelitian, di mana petani menerima rekomendasi bertani melalui pesan singkat berdasarkan data dari sistem monitoring lapangan (Field Monitoring System) otomatis.
Efektivitasnya bahkan meningkat saat didampingi oleh tim pendamping secara intensif.
“Pengembangan teknologi ini idealnya dimulai dari tahapan paling dasar seperti SMS, lalu secara bertahap menuju sistem berbasis aplikasi. Penggunaan aplikasi saat ini masih terbatas pada generasi muda,” imbuhnya.