ASPIRASIKU - Pernyataan Elon Musk yang menyebut dirinya menggunakan jasa boosting saat bermain Path of Exile 2 sontak menjadi trending topic.
Tidak hanya memicu diskusi hangat di komunitas gamer, tetapi juga membuka ruang perdebatan antara nilai efisiensi versus integritas dalam dunia game kompetitif.
Di balik gemerlapnya pengakuan tersebut, tersimpan satu realitas yang telah lama mengakar dalam dunia gaming modern: praktik boosting bukanlah sesuatu yang asing—hanya saja, selama ini lebih banyak dilakukan diam-diam.
Dalam artikel ini, kita akan membedah praktik boosting dari dua sisi: satu, sebagai solusi efisiensi waktu dalam dunia yang semakin cepat; dan dua, sebagai ancaman terhadap integritas sistem permainan.
Menariknya, perspektif tajam datang dari Zeusx.com Gaming Marketplace, platform internasional yang menghubungkan ribuan gamer dengan aset, item, akun, dan jasa terkait game.
Diwakili oleh Iqbal Sandira, Head of Marketing Zeusx, kami mencoba memahami sejauh mana boosting ini bisa dianggap sebagai ‘inovasi’ atau justru ‘penyimpangan’.
Bagaimana Elon Musk Mengubah Narasi Boosting?
Dalam industri yang biasanya menjaga citra “skill-based progress” sebagai nilai luhur, pengakuan Elon Musk terdengar nyeleneh. Namun justru di sinilah titik baliknya.
Ia tidak malu menyatakan bahwa dirinya memakai jasa orang lain untuk menaikkan level karakter.
Musk tahu bahwa waktu adalah kemewahan, dan ia memilih untuk menghematnya agar bisa langsung menikmati konten endgame.
Di satu sisi, pengakuan ini mengesankan—seorang tokoh besar dengan jutaan pengikut menunjukkan bahwa boosting adalah praktik yang bisa dimaklumi.
Tapi di sisi lain, ini juga berbahaya, karena bisa “melegitimasi” praktik yang dianggap merusak kompetisi.