Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Sejarawan UGM Singgung Luka Orde Baru

photo author
- Jumat, 18 April 2025 | 06:30 WIB
Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn.) H.M. Soeharto. (arsip.jogjaprov.go.id)
Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn.) H.M. Soeharto. (arsip.jogjaprov.go.id)

ASPIRASIKU - Kini, bola panas penetapan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto bergulir ke ruang publik.

Apakah bangsa ini siap menerima pemimpin Orde Baru sebagai pahlawan, atau akan terus mengingat luka sejarah yang belum sepenuhnya sembuh?

Diketahui, Kementerian Sosial RI bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), pakar, serta budayawan, Kemensos mengusulkan sepuluh tokoh untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional—dan salah satu nama yang bikin publik geger adalah Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn.) H.M. Soeharto.

Baca Juga: Butuh Dana Skripsi? Buruan Daftar Beasiswa Elemenesia 2025 untuk Mahasiswa Non-Sains!

Pengusulan ini langsung memantik pro dan kontra.

Banyak pihak mempertanyakan, benarkah pemimpin Orde Baru yang dikenal penuh kontroversi dan catatan kelam di masa pemerintahannya layak disandingkan dengan deretan nama pahlawan bangsa?

Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Suwignyo, angkat bicara. Ia mengakui bahwa Soeharto secara administratif dan historis memenuhi syarat.

“Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya di tahun 1965,” tegasnya, Kamis (17/4).

Baca Juga: Bukan Kostrad, Inilah Sejarah Pembentukan Pasukan Bawah Komando Panglima Soeharto

Soeharto dikenal memiliki kontribusi nyata dalam perjuangan kemerdekaan, mulai dari Serangan Umum 1 Maret 1949 hingga memimpin Operasi Trikora dalam pembebasan Irian Barat tahun 1962.

Namun di sisi lain, bayang-bayang pelanggaran HAM, represi terhadap kebebasan pers, hingga korupsi yang merajalela selama Orde Baru jadi sorotan tajam.

Menurut Agus, diperlukan pendekatan yang lebih arif dalam menyikapi usulan ini.

“Penulisan sejarah itu harus memperhatikan konteks. Mungkin perlu ada kategori khusus—misalnya pahlawan nasional bidang militer—agar kita tetap mengakui kontribusinya tanpa mengaburkan sisi gelap sejarah,” ujar dosen sejarah itu.

Baca Juga: Viral! Petani Lampung Curhat ke Presiden Soal Harga Gabah: Katanya Rp6.500, Nyatanya Anjlok!

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Yoga Pratama Aspirasiku

Sumber: ugm.ac.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X