ASPIRASIKU - Rangkaian banjir bandang dan longsor yang terjadi secara beruntun di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menegaskan tingginya kerentanan geologi wilayah Sumatra.
Kondisi tersebut diperparah oleh kerusakan lingkungan dan dampak perubahan iklim global, sehingga bencana geo-hidrometeorologi di kawasan ini kian sering terjadi dan berdampak luas.
Menanggapi situasi tersebut, Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwikorita Karnawati, menekankan pentingnya kebijakan hunian sementara (Huntara) dan hunian tetap (Huntap) pascabencana yang berorientasi pada pencegahan bencana berulang, bukan sekadar memulihkan kondisi sebelum bencana.
Menurut Dwikorita, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), potensi hujan masih dapat berlangsung hingga Maret–April 2026.
Artinya, risiko banjir bandang dan longsor susulan masih sangat tinggi.
Karena itu, kebijakan hunian pascabencana tidak boleh berhenti pada fase tanggap darurat, tetapi harus terintegrasi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi jangka panjang, termasuk pemulihan lingkungan secara menyeluruh.
Zona Rawan Menyimpan Memori Bencana
Dwikorita menjelaskan, banyak wilayah terdampak berada di kawasan kipas aluvial, yakni bentang alam hasil endapan banjir bandang di masa lalu.
Baca Juga: Lampu Kembali Menyala, Tangis Haru Pecah di Dapur Umum Pengungsi Bener Meriah
Secara geologi, kawasan ini merupakan zona aktif yang menyimpan memori bencana dan berpotensi kembali terlanda dalam rentang puluhan tahun.
“Jika kawasan ini kembali dijadikan hunian tetap, maka risiko bencana tidak dihilangkan, melainkan diwariskan kepada generasi berikutnya,” tegas Dwikorita, Selasa (16/12).
Ia menambahkan, kerusakan lingkungan di wilayah hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) mempercepat erosi serta meningkatkan volume material rombakan yang terbawa saat hujan ekstrem.
Akibatnya, periode ulang banjir bandang menjadi semakin pendek, bahkan dapat terjadi dalam kurun 15–20 tahun atau lebih cepat jika pemulihan lingkungan tidak segera dilakukan.