nasional

Isu ‘Perang Dingin’ di Kabinet Merah Putih: Purbaya dan Luhut Buka Suara Soal Hubungan yang Disorot

Rabu, 22 Oktober 2025 | 10:00 WIB
Foto Menyoroti ramainya isu perselisihan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dengan Ketua DEN, Luhut Pandjaitan. (Instagram.com / @purbayayudhi_official - @luhut.pandjaitan)

ASPIRASIKU - Dua tokoh ekonomi di Kabinet Merah Putih, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, menjadi sorotan publik usai keduanya terlihat duduk berjauhan tanpa banyak interaksi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 20 Oktober 2025.

Momen tersebut memunculkan spekulasi adanya gesekan atau “perang dingin” di antara dua sosok penting dalam tim ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran itu.

Menanggapi isu yang melebar, Purbaya buru-buru menepis kabar tersebut. Ia menegaskan bahwa hubungannya dengan Luhut baik-baik saja dan tidak ada masalah pribadi di antara mereka.

Baca Juga: Alex Pastoor Buka Suara Usai Dipecat dari Timnas Indonesia: Kami Sudah Mati-Matian, Tapi Ternyata Belum Cukup

“Baik hubungan saya sama dia, nggak ada masalah,” kata Purbaya kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025.

Ia bahkan menjelaskan, alasan mereka tampak tidak bertegur sapa hanyalah karena posisi duduk yang berjauhan.

“Kan jauh berapa kursi, masa ‘Pak Luhut, Pak Luhut’,” ujarnya sembari tersenyum.

Meski demikian, kabar ketegangan antara keduanya bukan tanpa alasan. Dalam beberapa pekan terakhir, Purbaya dan Luhut memang sering melontarkan pandangan yang berbeda, terutama soal utang proyek kereta cepat Whoosh dan rencana pembentukan family office.

Baca Juga: UGM dan Ilmuwan Dunia Bahas Fag hingga Genetik Tropis untuk Selamatkan Keanekaragaman Hayati, Dorong Integrasi Biologi Modern

Polemik Utang Proyek Whoosh

Perbedaan pandangan antara Purbaya dan Luhut mulai mencuat saat membahas utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), operator proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

Purbaya menilai beban utang tersebut tidak seharusnya ditanggung oleh APBN, melainkan oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, lembaga yang menaungi proyek itu.

“Kalau pakai APBN agak lucu. Karena untungnya ke dia (Danantara), susahnya ke kita,” ujar Purbaya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 13 Oktober 2025.

Menurutnya, Danantara telah menerima dividen besar dari BUMN hingga Rp80 triliun, sehingga tidak masuk akal jika keuntungan dinikmati lembaga itu, namun tanggung jawab utang justru dibebankan kepada negara.

Halaman:

Tags

Terkini