UGM dan Ilmuwan Dunia Bahas Fag hingga Genetik Tropis untuk Selamatkan Keanekaragaman Hayati, Dorong Integrasi Biologi Modern

photo author
- Selasa, 21 Oktober 2025 | 12:00 WIB
UGM Dorong Integrasi Biologi Modern, Bahas Fag hingga Genetik Tropis dalam Konferensi Internasional ICBS 2025 (ugm.ac.id)
UGM Dorong Integrasi Biologi Modern, Bahas Fag hingga Genetik Tropis dalam Konferensi Internasional ICBS 2025 (ugm.ac.id)

YOGYAKARTA, ASPIRASIKUKeanekaragaman hayati menjadi topik utama dalam The 9th International Conference on Biological Sciences (ICBS) yang digelar Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 17–18 Oktober 2025 di Loman Park Hotel, Yogyakarta. Konferensi bertajuk “Unraveling Biodiversity through Multi-Omics Integration: From Genes to Ecosystems” ini menghadirkan sejumlah ilmuwan internasional yang membahas peran ilmu biologi modern dalam menjaga keberlangsungan kehidupan di bumi.

Prof. Dr. Thomas Sicheritz Pontén dari University of Copenhagen, Denmark, mengungkapkan pentingnya memahami dinamika kehidupan mikroorganisme di bumi. Ia menjelaskan bahwa kematian organisme dapat memicu munculnya 10 hingga 29 jenis penyakit hanya dalam satu hari, sekaligus mengakibatkan hilangnya sekitar 40 persen populasi bakteri setiap harinya.

“Kita juga perlu membahas tentang bakteriofag atau fag, yaitu virus yang secara khusus menyerang bakteri dan tidak menyerang organisme lain,” ujar Thomas.

Menurutnya, fag memiliki potensi besar untuk mengatasi resistensi antimikroba. Ia menambahkan bahwa fag merupakan entitas biologis terbanyak di bumi, dengan jumlah mencapai sekitar 10³¹ partikel. “Jika seluruh fag disusun berjajar, panjangnya bisa menembus keluar dari tata surya,” tambahnya.

Timnya kini tengah mengembangkan sistem Phage Cloud—sebuah model berbasis knowledge graph yang menghubungkan data genom fag dari berbagai inang seperti Salmonella dan E. coli. Sistem ini mampu memprediksi hubungan antar-fag, menemukan fag baru yang potensial sebagai agen antibakteri, serta memahami interaksi fag dalam ekosistem mikroba.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Biologi UGM, Prof. Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D., menyoroti pentingnya penelitian genetik dalam upaya konservasi satwa. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki dua hotspot biodiversitas utama, yakni Sundaland dan Wallacea, namun masih banyak spesies yang belum teridentifikasi secara genetik.

“Library genetik menjadi pondasi penting untuk keamanan keanekaragaman hayati. Misalnya, penelitian terhadap kerang air tawar endemik Sulawesi, Pokea, menunjukkan bahwa pendekatan genetik krusial dalam menentukan unit biologis yang signifikan untuk penyelamatan spesies,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tuty menegaskan bahwa data genetik berperan penting dalam perancangan strategi konservasi berbasis bukti (evidence-based conservation). Ia meyakini bahwa dengan memahami genomik biodiversitas tropis, Asia Tenggara dapat memberikan kontribusi besar terhadap isu global, mulai dari ketahanan iklim hingga pengelolaan sumber daya berkelanjutan.

Senada dengan itu, Prof. Bent Petersen dari Fakultas Kesehatan dan Kedokteran, University of Copenhagen, mengungkapkan keprihatinannya atas krisis biodiversitas global. “Spesies menghilang seratus hingga seribu kali lebih cepat dibandingkan tingkat alami. Sejak tahun 1970, populasi global vertebrata menurun lebih dari 70 persen,” ungkapnya.

Dalam riset di hutan hujan Malaysia, timnya menemukan 13 jenis fag baru yang memiliki karakter genetik serupa, namun mampu bertahan pada kondisi ekstrem yang berbeda. “Hal ini membuktikan bahwa wilayah tropis, termasuk Indonesia, memiliki potensi besar untuk pengembangan riset bioteknologi,” paparnya.

Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, menegaskan pentingnya integrasi biologi modern dari gen hingga ekosistem dalam memahami dan melestarikan keanekaragaman hayati, didukung oleh kemajuan genomik, bioinformatika, bioteknologi, dan biologi sintetis. “Kami yakin bahwa melalui kolaborasi yang kuat, kami dapat berkontribusi pada kemajuan ilmiah global,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., menegaskan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kekayaan hayatinya. “Kita harus mengelola, melestarikan, dan memanfaatkan kekayaan alam ini secara bijak agar tetap berkelanjutan bagi generasi mendatang, baik di darat maupun di laut,” pesannya.

Konferensi ICBS ke-9 ini menjadi ruang penting bagi para ilmuwan dunia untuk saling bertukar pengetahuan dan memperkuat kolaborasi riset lintas negara dalam menjaga keanekaragaman hayati planet ini.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Yoga Pratama Aspirasiku

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X