kolom-aspirasi

Menggerakkan Roda Literasi Masyarakat

Jumat, 7 November 2025 | 18:37 WIB
Ilustrasi Si Mobil Literasi Sambangi Sekolah Dasar Jayapura Guna Tingkatkan Budaya Membaca dan Berhitung (kemendikdasmen.go.id)

Oleh: Putri Nayla Karima

ASPIRASIKU - Literasi, lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis, merupakan jantung intelektual suatu bangsa. Ia mencakup kemampuan individu dalam mengakses, memahami, mengolah, dan menggunakan informasi secara cerdas untuk memecahkan masalah serta berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, di mana tantangan literasi—baik cetak maupun digital—masih tergolong signifikan, kehadiran kelompok intelektual yang progresif sangatlah dibutuhkan. Kelompok tersebut tak lain adalah mahasiswa. Sebagai kaum terdidik yang memiliki akses terhadap ilmu pengetahuan dan ideologi perubahan, mahasiswa memegang peran strategis—bahkan krusial—sebagai motor penggerak kemajuan literasi masyarakat.

Ini bukan hanya masalah idealisme, melainkan tanggung jawab moral dan sosial yang melekat pada status mereka sebagai agent of change dan iron stock. Partisipasi aktif mereka merupakan investasi jangka panjang untuk mewujudkan masyarakat yang kritis, berpengetahuan, dan berdaya saing global.

Peran Dasar: Mahasiswa sebagai Model dan Fasilitator Baca-Tulis

Langkah awal dalam partisipasi mahasiswa adalah menjadi teladan literasi bagi lingkungannya. Mahasiswa yang aktif membaca, menulis, dan berdiskusi akan secara alami menularkan budaya intelektual ini kepada masyarakat di sekitarnya. Hal ini harus dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu kampus dan komunitas tempat tinggal.

Secara praktis, peran mahasiswa harus diwujudkan dalam program-program yang langsung menyentuh akar rumput. Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan kegiatan pengabdian masyarakat (Abdimas) menjadi wadah yang paling efektif. Daripada hanya menjalankan program yang bersifat seremonial, mahasiswa harus fokus pada penciptaan dan pemeliharaan ruang literasi berkelanjutan.

Mereka dapat mendirikan Taman Baca Masyarakat (TBM), pojok-pojok literasi di balai desa, atau merevitalisasi perpustakaan sekolah yang terbengkalai. Namun, keberhasilan program tersebut tidak hanya diukur dari jumlah buku yang disumbangkan.

Kalimat efektifnya adalah: mahasiswa harus bertindak sebagai fasilitator aktif, bukan sekadar donatur pasif. Mereka wajib menyelenggarakan kegiatan pendampingan literasi yang kreatif dan menarik.

Kegiatan ini dapat berupa sesi mendongeng interaktif bagi anak-anak untuk menumbuhkan minat baca sejak dini, pelatihan menulis surat atau jurnal harian bagi remaja untuk mengasah kemampuan ekspresi, atau diskusi ringan tentang isu-isu lokal bersama kelompok ibu-ibu untuk meningkatkan literasi informasi. Fokusnya harus bergeser dari sekadar kuantitas membaca menuju kualitas pemahaman dan penggunaan informasi.

Tantangan Era Digital: Mahasiswa sebagai Pengawal Literasi Digital

Pergeseran zaman menuntut perluasan makna literasi. Saat ini, tantangan terbesar masyarakat adalah krisis literasi digital. Banjir informasi di media sosial dan platform daring telah menciptakan kebingungan antara fakta dan fiksi yang sering kali dieksploitasi untuk menyebarkan hoaks dan memicu perpecahan. Di sinilah peran mahasiswa sebagai kaum intelektual digital menjadi vital.

Mahasiswa, yang secara alami menguasai teknologi dan dinamika ruang siber, harus menjadi guru literasi digital bagi masyarakat luas. Mereka perlu secara proaktif mengajarkan keterampilan penting, seperti:

  • Verifikasi Sumber (Cek Fakta)
    Mengedukasi masyarakat tentang cara mengidentifikasi sumber informasi yang kredibel, membedakan berita asli dari clickbait, serta menggunakan platform pengecekan fakta.

  • Etika Digital
    Mendorong penggunaan media sosial yang bijak, menghindari penyebaran ujaran kebencian, dan menghargai hak cipta.

  • Kesejahteraan Digital (Digital Wellbeing)
    Mengajak masyarakat untuk seimbang dalam menggunakan gawai, menghindari kecanduan, serta melindungi data pribadi.

Mahasiswa dapat memanfaatkan kreativitasnya untuk merancang kampanye literasi digital yang viral dan efektif, misalnya melalui konten video pendek di TikTok atau Instagram Reels, infografis sederhana di WhatsApp, atau podcast yang membahas isu-isu literasi dengan bahasa sehari-hari. Pendekatan ini lebih efektif daripada seminar formal yang kaku, sebab pesannya akan menyebar lebih cepat dan mudah diserap oleh berbagai kalangan usia.

Kontribusi Intelektual: Mahasiswa sebagai Produsen Pengetahuan dan Pembangun Wacana Kritis

Partisipasi mahasiswa tidak boleh berhenti pada kegiatan praktis di lapangan. Kontribusi intelektual mereka di lingkungan akademik merupakan pilar penting dalam kemajuan literasi. Mahasiswa harus didorong menjadi produsen pengetahuan, bukan sekadar konsumen.

Halaman:

Tags

Terkini

Menggerakkan Roda Literasi Masyarakat

Jumat, 7 November 2025 | 18:37 WIB

DEMONSTRASI: AKUMULASI KEKECEWAAN RAKYAT

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 15:02 WIB

MARWAH KAMPUS TUMBANG LEWAT IZIN TAMBANG

Selasa, 28 Januari 2025 | 06:00 WIB

Penyebab Banjir di Bandar Lampung Pure Cuaca Ekstrem?

Senin, 26 Februari 2024 | 13:00 WIB

Pesan Penting untuk Anakku....

Selasa, 16 Januari 2024 | 20:32 WIB

Harap-harap Cemas PON Lampung

Senin, 27 November 2023 | 19:56 WIB