Dengan Konsekuensi ini sudah semestinya penyelenggara Pemilu dapat melakukkan evaluasi secara stuktural, karena akibat dari kerja kerja penyelenggara pemilihan mulai dari KPU, Bawaslu, Gakungdu, dan DKPP yang tidak melakukan pemeriksaan secara subtansi dengan membatalkan surat pengganti ijazah sedari awal proses pencalonan mestinya APBD yang seharusnya di alokasikan untuk kesejahteraan rakyat mesti di “gadai” dengan beban PSU.
Tantangan pembangunan daerah dalam hal ini kabupaten Pesawaran menjadi beban Eksekutif atau pemerintahan daerah sebagai pelaksana undang-undang. Kabupaten dengan jumlah penduduk 487.153 jiwa dan jumlah 11 kecamatan ini menurut data BPS Kabupaten Pesawaran tahun 2022.
Menurut penulis jangan sampai kesejahteraannya diabaikan dengan pengalokasian dana daerah yang tidak memprioritaskan pembangunan daerah, baik infastuktur maupun pembangunan sumber daya manusia.
Baca Juga: Mengapa Kekuasaan Politik Berperan Penting Bagi Perkembangan Penyebaran di Indonesia? Ini Jawabannya
POTENSI-POTENSI
Potensi yang kemudian bisa terjadi dengan adanya pemilihan suara ulang ini adalah yang pertama, ketidakpastian pembangunan daerah dan tensi politik yang memanas karena pendukung setiap pasangan calon serta adanya politik uang.
Keabsahan dokumen yang dibawa ke Perselisihan Hasil menjadi refleksi bahwa tidak sesuainya das sollen dan das sein, penyelenggara pemilu yang diberikan kewenangan untuk melakukan verifikasi ulang seharusnya bisa menjadi dasar verifikasi secara subtansi setiap dokumen peryaratan pasangan calon, tetapi pada kenyataannya penyelenggara Pemilu atas dasar praduga keabsahan atau mengakui keabsahan setiap dokumen sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya, menjadi alasan untuk penyelanggara pemilu meloloskan pasangan calon.
Hal ini berdampak kepada perselisihan hasil di Mahkamah Konstitusi atas dasar keabsahan Dokumen pesyaratan calon.***