Sehingga, bilamana hak atas pendidikan tersebut dikurangi atau bahkan dihilangkan, hal ini patut dicurigai sebagai upaya melemahkan intelektualitas dan menghambat kemandirian rakyat dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya.
Selain dapat dilihat sebagai upaya melemahkan rakyat, pergeseran sektor pendidikan dan kesehatan ke dalam prioritas pendukung juga dapat memperpanjang daftar inventaris warisan masalah yang ada di Indonesia.
Sebab rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat akan berdampak pada penambahan beban negara akibat melonjaknya angka pengangguran, buta huruf, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Meskipun pergeseran ini ditengarai untuk mendukung program yang lebih strategis yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG) guna meningkatkan konsentrasi anak-anak di sekolah, ini berarti sejatinya pemerintah telah menyadari bahwa pendidikan adalah aspek fundamental yang masih memerlukan bantuan dari berbagai aspek.
Namun sayangnya, pemerintah justru seolah menolak realitas tersebut bahkan membuat latihan “kesalahan berpikir (logical fallacy)” bagi rakyat secara gratis dan terang-terangan.
Jika pemerintah tetap bersikeras untuk melakukan program MBG yang dinilai sangat strategis ini, seyogyanya program ini dapat dilakukan sejalan seiring sebagai aspek pendukung dalam pemenuhan hak-hak rakyat.
Seharusnya pemerintah dapat lebih bijak dalam mendikotomikan program sehingga permasalahan rakyat dapat benar-benar terangkat dari akarnya.
Sebagai pemegang kekuasaan, para pejabat seyogianya mampu melahirkan kebijakan yang mengupayakan terpenuhinya hak-hak dasar warga negara.
Perubahan orientasi kepemimpinan saat ini dalam memandang pendidikan tentu tidak bisa dilihat dengan pemakluman.
Masyarakat perlu bergerak bersama mendorong terbitnya kebijakan yang berpihak pada hak-hak dasar, utamanya hak atas pendidikan dan layanan kesehatan yang layak.
Seharusnya pemerintah dapat melihat bahwa dengan kebijakan yang berpihak pada pemenuhan hak dasar, ia mampu menciptakan masyarakat yang mandiri dalam mewujudkan kesejahteraan negara.
Sehingga kedepan, pemerintah dapat berpangku tangan melihat rakyatnya dengan kemampuan intelektual dan moralitas yang sehat bergeliat memajukan negeri.
Dengan demikian, sejatinya kerja-kerja pemerintah akan lebih mudah.
Cara pandang seperti inilah (melahirkan kebijakan yang mendorong kemandirian rakyat) yang seharusnya melekat pada setiap individu yang duduk memeluk kekuasaan.
Bukan justru melihat kemandirian rakyat sebagai sesuatu yang membahayakan dan menghambat kemajuan.