Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitabnya, Minhaj ath-Thalibin, dengan tegas menyatakan bahwa tidak sah berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya orang tersebut pernah berwasiat.
Baca Juga: Contoh Yel-yel OSPEK untuk Mahasiswa 2024 yang Bakal Jadi Trending Topik dan FYP di Media Sosial
“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) tanpa seizin mereka, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani”
(Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Beirut: Dar al-Fikr, cet. ke-1, 1425 H/2005 M, hal. 321).
Hanya saja ada beberapa pandang lain yang menyatakan boleh kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Baca Juga: Jajaran Direksi BRI Kompak Memborong Saham BBRI, Kuatkan Optimisme Kinerja
Pernyataan diperbolehkan berkurban untuk yang sudah meninggal dunia ini dikemukakan Abu al-Hasan al-Abbadi.
Pandangan diperbolehkan ini beralasan bahwa berkurban termasuk sedekah.
Dan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan dapat memberikan kebaikan kepadanya.
Baca Juga: Anti Ribet! 7 Strategi Jitu Memilih Kos Terbaik untuk Awal Masa Perkuliahan Bagi Mahasiswa Baru
Selain itu, pahalanya dapat sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.
"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizin mereka maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedangkan sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama”
(Lihat Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Beirut: Dar al-Fikr, tt, juz, 8, hal. 406).
Baca Juga: Cek! RINCIAN Formasi CPNS dan PPPK Tahun 2024 di 13 Instansi
Dengan demikian, hukum berkurban untuk orang yang telah meninggal masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.