ASPIRASIKU - Aliansi Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi) kembali memicu perhatian publik setelah salah satu anggotanya, Lukas Luwarso, membeberkan daftar dokumen akademik Joko Widodo (Jokowi) yang diminta dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Permintaan itu diajukan sebelum sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) pada 17 November 2025 lalu.
Menurut Lukas, terdapat 20 jenis dokumen yang diminta Bonjowi namun seluruhnya ditolak UGM dengan alasan tidak memiliki, tidak menguasai, atau belum ada dokumen yang dimaksud.
Dalam siaran podcast di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Minggu, 23 November 2025, Lukas mengungkap tiga klaster dokumen yang diminta.
Baca Juga: Keluarga Dosen Untag Laporkan AKBP Basuki, Dugaan Cinta Terlarang Berujung Tragedi Kematian
Klaster pertama mencakup dokumen penerbitan ijazah sarjana Jokowi, mulai dari ijazah asli, salinan, transkrip nilai, KRS, KHS tiap semester, laporan KKN, skripsi, surat tugas pembimbing, berita acara sidang, hingga SK yudisium dan bukti wisuda.
Klaster kedua berkaitan dengan pencalonan Jokowi sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI, termasuk dokumen legalisir dan verifikasi dari KPU berbagai tingkatan.
Sementara klaster ketiga menyangkut prosedur akademik UGM, seperti kurikulum masa kuliah Jokowi, SOP drop out, KKN, proses sidang tugas akhir, akses skripsi di perpustakaan, legalisir ijazah, serta mekanisme verifikasi ijazah oleh pihak eksternal seperti KPU dan Bawaslu.
Lukas menyebut dokumen tersebut justru dapat membela Jokowi jika benar dan lengkap.
Baca Juga: Gus Yaqut Melawan! Tegaskan Rapat Harian Syuriyah Tak Berwenang Pecat Ketua Umum PBNU
“Kalau semuanya bisa dipenuhi, kita berarti bisa membantu Jokowi, membebaskan Jokowi dari segala tuduhan,” ujarnya.
Ia menegaskan Bonjowi tidak memiliki sentimen untuk menuduh ijazah Jokowi palsu.
Namun, seluruh permintaan Bonjowi disebut dijawab UGM dengan jawaban seragam. “Jawaban template, semua jenis jawabannya tidak,” kata Lukas.
UGM kemudian memberikan klarifikasi dalam sidang KIP. Perwakilan UGM menyatakan sejumlah dokumen tidak dapat dibuka karena termasuk bagian dari penyidikan aparat penegak hukum dan menjadi bahan bukti pengadilan.