Polemik Utang KCJB Mengemuka: Akademisi Soroti Studi Kelayakan China yang Dinilai Tak Empirik

photo author
- Jumat, 14 November 2025 | 08:00 WIB
HIngga saat ini pemerintah masih belum menentukan skema pembayaran utang proyek Whoos. Santer terdengar bahwa Danantara akan berusaha bernegosiasi waktu pelunasan diperpanjang hingga 60 tahun.   (Foto : Instragram @keretacepat_id)
HIngga saat ini pemerintah masih belum menentukan skema pembayaran utang proyek Whoos. Santer terdengar bahwa Danantara akan berusaha bernegosiasi waktu pelunasan diperpanjang hingga 60 tahun. (Foto : Instragram @keretacepat_id)

ASPIRASIKU - Polemik utang dan pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik.

Proyek yang digagas sebagai moda transportasi modern itu kini menghadapi cost overrun hingga 1,21 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,96 triliun.

Akademisi sekaligus Dosen Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, menilai bahwa persoalan ini tidak lepas dari metode studi kelayakan yang digunakan China dalam perencanaan awal proyek.

Menurutnya, studi tersebut dilakukan dengan pendekatan yang tidak berbasis data lapangan.

Baca Juga: Susno Duadji Soroti Penetapan Tersangka Roy Suryo cs dalam Kasus Ijazah Jokowi: Prosedurnya Memang Begitu, Tapi…

Studi Kelayakan China Dinilai Tak Empirik

Sulfikar memaparkan bahwa China melakukan studi kelayakan hanya dalam 3 bulan dengan mengacu pada data studi Jepang yang dilakukan selama 4 tahun dalam rencana proyek serupa.

“Mereka (China) mengambil studi kelayakan Jepang, dipelajari lalu membikin proposal studi kelayakan terhadap studi kelayakan,” ujar Sulfikar dalam podcast Forum Keadilan TV, Kamis (13/11/2025).

Padahal, menurut dia, Jepang melakukan survei mendalam yang mencakup pengukuran dan observasi langsung di lapangan.

Baca Juga: Nova Arianto Resmi Akhiri Tugas di Timnas U-17, PSSI Promosikan ke Timnas U-20 Usai Cetak Sejarah di Piala Dunia

“Harusnya nggak (boleh), karena studinya tidak empirik. Lalu, mereka membuat proposal dengan jalur yang sangat aneh, berhentinya di Halim di Jakarta kemudian di Bandung di Tegalluar. Belakangan ditambah Padalarang,” lanjutnya.

Ia juga menilai bahwa China menawarkan biaya pembangunan yang tampak lebih murah dari Jepang—yakni 5,5 miliar dolar AS dibanding 6,2 miliar dolar AS—tanpa didukung kajian lapangan yang memadai.

Cost Overrun Disebabkan Studi Tanpa Survei Lapangan

Menurut Sulfikar, pembengkakan biaya yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi langsung dari studi kelayakan yang tidak dilakukan secara empiris.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Yoga Pratama Aspirasiku

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X