ASPIRASIKU - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh, kembali menjadi sorotan publik terkait utang besar yang membelitnya.
Total investasi proyek ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp120,6 triliun, dengan 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Isu utama muncul dari ketertutupan kontrak kerja sama Indonesia-China. Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menyoroti hal ini dalam kanal YouTube-nya, mempertanyakan apakah DPR dan publik benar-benar bisa mengakses dokumen kontrak secara utuh.
“Kita belum tahu jelas isi kontrak Indonesia dan China dalam proyek ini… Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?” ujar Mahfud MD pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Masalah keuangan lain muncul dari pembengkakan biaya proyek (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,9 triliun, sehingga total investasi melambung lebih dari Rp120 triliun.
Untuk menutupi kekurangan dana, pemerintah dan BUMN kembali menambah pembiayaan melalui pinjaman baru dari pihak China dengan bunga di atas 3 persen.
Saat ini, PT KAI, sebagai pemimpin konsorsium BUMN, memiliki beban utang sekitar Rp6,9 triliun kepada CDB.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa APBN tidak akan digunakan untuk menanggung utang ini.
Baca Juga: Danantara Pastikan Utang Whoosh ke China Segera Tuntas, Target Rampung Akhir 2025
“Yang jelas saya sekarang belum dihubungi… Harusnya mereka sudah di situ, jangan di kita lagi,” ujarnya.
Sebagai jalan keluar, restrukturisasi utang menjadi salah satu program strategis dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025 Danantara.
Skema ini meliputi penambahan ekuitas dan kemungkinan penyerahan beberapa infrastruktur proyek kepada pemerintah untuk dijadikan Badan Layanan Umum (BLU).
Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menilai langkah ini realistis dan menegaskan restrukturisasi tidak melibatkan APBN.