Baca Juga: Presiden Prabowo Saksikan Pemusnahan 214 Ton Narkoba, Serukan Aksi Kolektif Perangi Peredaran Gelap
“Purbaya dengan gaya netral membuka kotak pandora terhadap hal-hal yang selama ini seakan-akan baik-baik saja,” ujar Said Didu dalam program Rakyat Bersuara, Rabu (29/10/2025).
Ia menilai, kebijakan fiskal di masa Sri Mulyani terlalu dominan dan justru meninggalkan beban besar bagi negara. Said Didu menyoroti lonjakan utang yang signifikan selama periode tersebut.
“Sebagai pejabat publik, apa hasilnya kebijakan Sri Mulyani? Menaikkan utang dari Rp8.000 triliun menjadi Rp24.000 triliun. Menaikkan cicilan utang dari Rp400 triliun menjadi Rp1.600 triliun, bunga utang dari 2 persen menjadi 6-7 persen,” ungkapnya.
Said Didu juga menyebut bahwa angka utang pemerintah yang diklaim sebesar Rp10.269 triliun hingga akhir 2024 belum mencerminkan kondisi riil.
Baca Juga: Lowongan Kerja Perum Jasa Tirta II: Ada 2 Posisi yang Dibutuhkan di Bidang Ini, Yuk Ditinjau!
Jika menghitung seluruh kewajiban termasuk utang BUMN, pensiunan, dan tanggungan tertunda, jumlahnya bisa mencapai Rp24.000 triliun.
“Maka ini kotak pandoranya dibuka (oleh Purbaya),” ujarnya menegaskan.
Membuka Jalan Baru Kebijakan Fiskal
Langkah dan gaya komunikasi Purbaya yang lebih transparan kini menjadi sorotan.
Banyak pihak menilai pendekatan barunya bisa menjadi awal dari reformasi fiskal yang lebih terbuka dan berorientasi pada produktivitas pembangunan.
Baca Juga: Beasiswa S2 di Belanda Dibuka, Inilah Syarat untuk Mendaftar di Radboud University
Dengan menempatkan proyek-proyek besar seperti Whoosh dalam konteks penguatan ekonomi regional, Purbaya dinilai sedang berupaya menggeser paradigma pembangunan dari sekadar infrastruktur fisik menuju manfaat ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.***