Kenaikan produksi ini tak lepas dari program intensifikasi pertanian pemerintah, seperti perluasan lahan tanam, penyediaan pupuk bersubsidi, dan modernisasi alat pertanian.
Kendati demikian, tantangan tetap ada, terutama potensi iklim ekstrem yang dapat memengaruhi musim panen.
Kesejahteraan Petani Mengalami Peningkatan
Selain kenaikan produksi, Amran juga menyoroti peningkatan kesejahteraan petani.
Nilai Tukar Petani (NTP) nasional kini mencapai 124,36 persen, lebih tinggi dari target Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebesar 110 persen.
Baca Juga: Ammar Zoni Kembali Terseret Kasus Narkoba, Diduga Kendalikan Peredaran dari Dalam Rutan Salemba
“Kemudian, khusus bulan ini, beras terjadi deflasi yaitu -0,13 persen. Lima tahun terakhir, ini (deflasi beras) pertama di bulan September, di saat paceklik,” ungkap Amran.
Deflasi beras tersebut menandakan harga pangan pokok mulai stabil di tengah peningkatan pasokan, sekaligus menunjukkan daya beli masyarakat yang tetap terjaga.
Tantangan Menuju Swasembada Berkelanjutan
Meski berbagai capaian statistik menunjukkan tren positif, publik masih menanti bukti nyata bahwa Indonesia benar-benar bisa lepas dari ketergantungan impor beras.
Pengalaman beberapa tahun terakhir menunjukkan, gangguan iklim dan masalah distribusi kerap membuat stok terganggu hingga akhirnya pemerintah membuka kembali keran impor.
Baca Juga: Lowongan Kerja PT Freeport Indonesia Smelter Gresik, Ada 4 Posisi yang Dibuka
Dengan keputusan menghentikan impor beras sementara ini, pemerintah dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan antara produksi, harga, dan stok cadangan nasional.
Masyarakat berharap langkah ini bukan hanya bersifat simbolis, melainkan menjadi pijakan kuat menuju swasembada beras yang berkelanjutan dan berdampak langsung pada kesejahteraan petani serta ketahanan pangan Indonesia.***