Ketika dua orang atau lebih merasa memiliki tanggung jawab yang sama terhadap satu pekerjaan, mereka bisa bersaing secara tidak sehat.
Persaingan ini sering kali bukan mendorong produktivitas, tetapi justru memicu adu argumen dan saling menjatuhkan demi mempertahankan posisi atau pengakuan.
Namun, yang paling sensitif dan berpotensi menimbulkan konflik besar adalah persoalan yang berkaitan dengan hak-hak pekerja.
Ketidakadilan dalam pemberian hak bisa memicu ketegangan, baik antar karyawan maupun antara karyawan dengan manajemen.
Baca Juga: Polres Ngawi Bongkar Praktik Jual Beli Bayi Berkedok Adopsi, Empat Orang Jadi Tersangka
Misalnya, ketika dua karyawan dengan jabatan dan tanggung jawab yang sama menerima tunjangan atau bonus yang berbeda tanpa alasan yang jelas, maka kecemburuan dan kekecewaan pasti muncul.
Salah satu contoh konflik yang cukup sering terjadi terkait hak pekerja adalah soal lembur.
Banyak karyawan yang merasa jam kerjanya melebihi ketentuan tanpa mendapatkan kompensasi yang sesuai.
Sementara itu, ada pula karyawan lain yang justru menerima upah lembur secara rutin meski pekerjaannya tak sebanyak rekan lain.
Baca Juga: 1 Juni: Refleksi Hari Lahir Pancasila dan Jejak Perjuangan Para Perumus Dasar Negara
Ketimpangan ini menimbulkan rasa tidak adil dan bisa berkembang menjadi konflik horizontal antar pekerja, yang pada akhirnya menurunkan semangat kerja tim secara keseluruhan.
Contoh lain adalah konflik mengenai cuti tahunan. Misalnya, seorang karyawan merasa dipersulit dalam mengambil cuti karena alasan "operasional perusahaan", sementara karyawan lain dengan posisi sama mendapatkan cuti dengan mudah.
Perlakuan berbeda ini akan menimbulkan prasangka negatif, memperkuat kesan pilih kasih, dan bisa berdampak pada hubungan antar individu di tempat kerja.
Tak kalah penting, konflik juga bisa muncul dari ketidakjelasan atau pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama (PKB).
Baca Juga: Contoh Laporan Kunjungan Industri yang Baik dan Efektif, Referensi Wajib Buat Tugas Sekolahmu!