Yogyakarta, ASPIRASIKU – Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah meneliti fenomena Komunitas Marah-Marah di platform X (dulu Twitter), sebuah komunitas daring yang menjadi tempat warganet mengekspresikan kemarahan, kekecewaan, sekaligus keresahan mereka di ruang digital.
Riset bertajuk “Antara Safe Space dan Toxic Space: Studi Ekologi Media terhadap Komunitas Marah-Marah di Media Sosial X” ini bertujuan memahami bagaimana komunitas tersebut berfungsi sebagai ruang aman (safe space) sekaligus ruang beracun (toxic space) bagi penggunanya.
Tim PKM-RSH Fisipol UGM terdiri dari Muh Faiq Fauzan, Fanisa Ratna Dewi, Debora Magdalena Marchya Sihombing, Muhammad Syukur Shidiq, dan Adelia Pradipta Nasyaputri, dengan pendampingan dosen pembimbing Mashita Phitaloka Fandia Purwaningtyas, S.I.P., M.A.
Ketua tim, Muh Faiq Fauzan, menjelaskan bahwa Komunitas Marah-Marah awalnya hadir sebagai wadah pelepasan stres dan emosi negatif, namun kini berkembang menjadi ruang interaksi yang sangat aktif dan dinamis.
Dalam satu tahun terakhir, jumlah anggota komunitas tersebut meningkat tiga kali lipat hingga mencapai satu juta pengguna.
“Lonjakan jumlah anggota ini menunjukkan semakin banyak orang merasa perlu mencari ruang pelampiasan emosi di media sosial,” ujar Faiq, Jumat (19/9).
Baca Juga: Oknum TNI Diduga Pukul Pengemudi Ojol di Pontianak, Ratusan Driver Gelar Aksi Solidaritas
Metode Riset dan Temuan Awal
Dalam penelitiannya, tim menggunakan Teori Ekologi Media Marshall McLuhan yang menyoroti bagaimana media tidak sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk pola pikir dan interaksi penggunanya.
Fitur seperti retweet, komentar terbuka, dan algoritma X disebut berperan penting dalam dinamika komunikasi komunitas tersebut.
Metode riset yang dipakai adalah mixed-method, yakni kombinasi kualitatif dan kuantitatif.
Tim melakukan observasi partisipatoris, survei terhadap anggota, hingga wawancara mendalam untuk menggali pengalaman pengguna.