ASPIRASIKU — Media sosial tengah diramaikan dengan unggahan yang menunjukkan penggantian menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) menjadi snack kemasan.
Isu ini menuai sorotan dari kalangan akademisi, termasuk Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes.
Ia menilai kebijakan tersebut mengandung risiko tinggi bagi kesehatan penerima manfaat, khususnya anak-anak.
Lailatul menegaskan bahwa MBG seharusnya dirancang untuk memenuhi seluruh komponen zat gizi makro maupun mikro sesuai kebutuhan sasaran program.
Menurutnya, snack tidak bisa menggantikan peran makanan utama. “Snack hanya cocok sebagai selingan antara dua waktu makan utama, misalnya di antara makan pagi dan makan siang,” jelasnya, Senin (1/7).
Ia menjelaskan bahwa porsi snack idealnya hanya mencakup 10 persen dari total kebutuhan kalori harian. Meskipun dalam kondisi tertentu—seperti pada pasien pasca operasi atau lansia—snack padat gizi bisa menggantikan makanan utama, namun hal ini bersifat sementara dan harus terkontrol.
Risiko Gizi Kurang dan Penyakit Tidak Menular
Lailatul menilai bahwa penggantian MBG dengan snack, terutama snack rendah gizi, dapat berdampak negatif dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, asupan energi dan zat gizi yang rendah dapat menurunkan konsentrasi dan produktivitas anak. “Snack tinggi gula dan garam bisa memberikan rasa kenyang semu yang tidak bertahan lama, dan tidak mencukupi kebutuhan gizi harian,” katanya.
Dampak jangka panjangnya bahkan lebih serius. Risiko gizi kurang, anemia, dan hidden hunger—yakni kekurangan zat gizi mikro yang tidak langsung terlihat—hingga peningkatan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2 dan hipertensi dapat muncul.
Snack Padat Gizi sebagai Solusi Sementara
Meski mengakui kepraktisan snack, Lailatul menegaskan bahwa prinsip gizi tidak boleh dikorbankan. Ia mendorong alternatif berupa nutrient-dense snacks atau snack padat gizi yang dirancang dengan prinsip gizi seimbang. “Snack tidak harus identik dengan makanan ringan tak bernutrisi. Jika dirancang dengan tepat, snack bisa menjadi solusi sementara, namun tidak boleh menjadi kebiasaan atau pengganti utama tanpa alasan yang jelas,” ujarnya.
Rekomendasi untuk Pemerintah