Sekolah menurutnya tidak hanya mendidik otak, tetapi juga hati. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya menjadi pengajar, tetapi juga harus menjadi pendidik yang mampu memberikan keteladanan akhlak dan perilaku.
Ketiga, masyarakat sebagai lingkungan sosial turut andil dalam membentuk karakter anak. Lingkungan yang baik akan memperkuat karakter positif yang telah ditanamkan oleh keluarga dan sekolah.
Sebaliknya, lingkungan yang buruk dapat merusak nilai-nilai yang telah dibangun. Nyai Ahmad Dahlan mengajarkan pentingnya membentuk komunitas yang peduli terhadap pendidikan dan moralitas anak-anak, termasuk melalui organisasi perempuan seperti Aisyiyah yang ia dirikan.
Ia percaya bahwa perubahan karakter bangsa dapat dimulai dari pembinaan masyarakat yang sadar akan pentingnya nilai-nilai moral dan agama.
Baca Juga: CTRA Bagikan Dividen Rp444,8 Miliar, Pencapaian Marketing Sales 2024 Capai Rekor Tertinggi
Keempat, tempat ibadah berfungsi sebagai pusat spiritual yang memperdalam dan memperkuat nilai-nilai religius dan etika dalam diri anak.
Menurut Nyai Ahmad Dahlan, tempat ibadah seperti masjid dan mushola tidak hanya sebagai tempat ritual keagamaan, tetapi juga sebagai tempat pembinaan karakter.
Melalui kegiatan pengajian, hafalan Al-Qur’an, dan pembelajaran akhlak, anak-anak dibina untuk memiliki hati yang bersih dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama.
Dari keempat pusat pendidikan tersebut, terlihat bahwa pendidikan karakter menurut Nyai Ahmad Dahlan bukanlah tugas satu pihak saja, melainkan kerja bersama yang saling melengkapi.
Baca Juga: 2 Fakta Menarik di Balik Keputusan Presiden Prabowo 4 Pulau Jadi Milik Aceh
Unsur-unsur penting yang harus hadir dalam pendidikan karakter anak meliputi: keteladanan, pembiasaan, pengawasan, dan pembinaan nilai-nilai religius serta sosial.
Setiap pusat harus menjalankan perannya secara optimal agar anak tumbuh menjadi pribadi yang utuh, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab sebagai warga negara maupun umat beragama.
Konsep Catur Pusat Pendidikan ini sejalan dengan prinsip pendidikan holistik yang kini juga menjadi acuan dalam kebijakan pendidikan karakter di Indonesia.
Dalam Kurikulum Merdeka, misalnya, terdapat penekanan pada penguatan profil pelajar Pancasila yang mencakup nilai-nilai seperti beriman dan bertakwa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif — nilai-nilai yang juga telah lama diperjuangkan oleh Nyai Ahmad Dahlan.