nasional

Polri Ungkap Pola Baru Rekrutmen Terorisme yang Sasar Anak Lewat Ruang Digital: Media Sosial, Game Online, dan Aplikasi Pesan Instan

Rabu, 19 November 2025 | 08:00 WIB
Polisi mengungkap temuan baru soal rekrutmen jaringan terorisme yang menargetkan anak-anak melalui ruang digital. ( (Dok Polri))

ASPIRASIKU - Kabid Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, mengungkap temuan mengkhawatirkan terkait pola baru rekrutmen jaringan terorisme yang kini menargetkan anak-anak dan pelajar melalui berbagai platform digital.

Temuan tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Selasa, 18 November 2025, dan menunjukkan skala ancaman yang semakin kompleks.

110 Anak di 23 Provinsi Diduga Terekrut

Polri menyebut rekrutmen terhadap anak tidak lagi dilakukan secara langsung, melainkan melalui media sosial, game online, aplikasi pesan instan, hingga situs tertutup yang akrab dengan generasi muda.

Baca Juga: BRI Raih 3 Penghargaan di Asia Sustainability Reporting Awards 2025, Kokohkan Kredibilitas Global dalam Pelaporan Keberlanjutan

"Hingga saat ini Densus 88 Anti-Teror Polri mencatat ada sekitar 110 anak yang memiliki usia rentang antara 10 hingga 18 tahun tersebar di 23 provinsi yang diduga terekrut oleh jaringan terorisme," ujar Trunoyudo.

Densus 88 telah memetakan tiga perkara berbeda yang seluruhnya menggunakan modus rekrutmen digital terhadap anak dan pelajar.

Ruang digital digunakan sebagai tempat komunikasi, indoktrinasi, hingga kontrol kelompok.

“Telah ditemukan tiga perkara yang menggunakan modus rekrutmen anak dan pelajar dengan memanfaatkan ruang digital termasuk di antaranya media sosial, game online, aplikasi perpesanan instan, dan situs-situs tertutup,” lanjutnya.

Baca Juga: JATAM Soroti Dugaan Konflik Kepentingan Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda dalam Bisnis Tambang

Faktor Kerentanan Anak: Bullying hingga Pencarian Identitas

Dalam asesmen kerentanan, Polri menemukan sejumlah kondisi sosial yang membuat anak-anak lebih mudah dimanipulasi oleh kelompok ekstrem.

“Hasil asesmen kerentanan anak dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial seperti bullying dalam status sosial, broken home dalam keluarga, kurang perhatian keluarga, hingga pencarian identitas jati diri,” ungkap Trunoyudo.

Kelompok teror memanfaatkan kondisi emosional ini untuk membangun kedekatan semu, memberikan perhatian, lalu menyusupkan narasi ekstremisme.

Halaman:

Tags

Terkini