ASPIRASIKU - Maraknya pakaian bekas impor atau thrifting ilegal yang membanjiri pasar domestik kembali memicu polemik panjang antara pemerintah dan pedagang.
Isu ini mencuat setelah Polda Metro Jaya menyita 439 balpress ilegal senilai Rp4 miliar pada Jumat, 21 November 2025, yang turut membuka dugaan keterlibatan jaringan besar dalam distribusi barang-barang tersebut.
Di tengah sorotan publik, pemerintah menegaskan sikap tegas untuk menertibkan peredaran pakaian bekas impor yang dilarang masuk ke Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menjadi salah satu pejabat yang paling vokal menolak legalisasi penjualan pakaian bekas impor.
Baca Juga: Praktisi Hukum Desak Penyelidikan Menyeluruh atas Kematian Dirut Bank BJB Yusuf Saadudin
“Saya kendalikan barang ilegal yang masuk ke Indonesia. Saya akan membersihkan Indonesia dari barang-barang ilegal, yang masuknya ilegal,” tegas Purbaya di Jakarta, Minggu, 23 November 2025.
Ia menilai wacana pembayaran pajak tidak dapat menghapus pelanggaran hukum sejak barang tersebut masuk ke pelabuhan.
Namun, sikap keras pemerintah memicu respons pedagang yang merasa selalu menjadi pihak yang disalahkan dalam persoalan ini.
Klaim Pedagang: Biaya Rp550 Juta per Kontainer
Kontroversi semakin memanas setelah perwakilan pedagang thrifting dari Pasar Senen, Rifai Silalahi, mengungkap dugaan biaya “meloloskan” balpres ilegal melalui pelabuhan.
Baca Juga: Lowongan Kerja OJK Dibuka, Inilah Persyaratan di 2 Posisi
Dalam rapat Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI pada Rabu, 19 November 2025, Rifai menyebut biaya tersebut mencapai sekitar Rp550 juta per kontainer.
“Barang itu bisa masuk tidak sekonyong-konyong sampai ke Indonesia ini terbang sendirinya. Artinya ada yang memfasilitasi. Kami ini sebenarnya korban pak para pedagang,” ujar Rifai, yang pernyataannya memicu pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan negara.
Menkeu Tantang Pembuktian