ASPIRASIKU - Gaya hidup anak muda kini semakin beragam. Salah satu tren yang tengah naik daun adalah thrifting, atau membeli pakaian bekas untuk digunakan kembali.
Selain dianggap lebih ramah lingkungan dan ekonomis, kegiatan ini juga menjadi simbol gaya hidup yang unik dan berkarakter.
Namun, di balik popularitasnya, tren ini menyimpan ancaman tersembunyi bagi kesehatan kulit.
Meski banyak pelaku thrifting berasal dari kalangan yang mampu membeli pakaian baru, daya tarik harga miring dan keberagaman model membuat mereka tetap memilih opsi barang bekas.
Baca Juga: Lagi Musim Thrifting, Jokowi Larang Baju Bekas Impor, Bea Cukai Tindak 7.881 Bal
Sayangnya, kesadaran akan kebersihan dan risiko kesehatan dari pakaian bekas kerap diabaikan.
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, dr. Adissa Tiara Yulinvia, Sp.DV., mengingatkan bahwa pakaian bekas yang tidak bersih dapat menjadi media penularan berbagai penyakit kulit, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius.
“Penularan terjadi melalui kontak langsung antara pakaian yang terkontaminasi dengan kulit. Bisa karena bakteri, virus, jamur, atau parasit. Bahkan bisa juga karena zat alergen atau iritan yang tertinggal di serat pakaian,” jelasnya saat ditemui pada Kamis (8/5).
Beberapa kasus penyakit kulit seperti dermatitis, kudis, hingga infeksi jamur pernah ditemukan setelah penggunaan pakaian bekas yang tidak dicuci bersih terlebih dahulu.
Untuk mencegah hal tersebut, dr. Adissa menyarankan agar setiap pakaian bekas yang dibeli melalui proses pembersihan yang cermat.
“Sebaiknya rendam dulu selama dua hingga tiga jam dalam air hangat bersuhu sekitar 60 derajat Celcius dengan tambahan deterjen atau disinfektan. Cuci secara terpisah dari pakaian lain, keringkan dengan baik, lalu setrika sebelum digunakan,” tuturnya.
Selain itu, penyimpanan juga menjadi kunci. Lingkungan lembap sangat disukai oleh mikroorganisme penyebab infeksi.