ASPIRASIKU - Kasus dugaan korupsi tata kelola bahan bakar minyak (BBM) yang menyeret mantan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, kini merembet ke sejumlah perusahaan tambang besar.
Dalam surat dakwaan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, tercantum beberapa nama perusahaan industri, termasuk PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Adaro Indonesia, dan PT PAMA Persada Nusantara, yang disebut menikmati harga solar non-subsidi di bawah ketentuan pasar selama periode 2021–2023.
Namun, sejumlah pengamat menilai penyebutan nama-nama perusahaan tersebut belum tentu menunjukkan adanya pelanggaran dari pihak pembeli, melainkan potensi kelalaian dalam tata kelola harga di pihak pemasok BBM.
Menurut pengamat hukum Fernandes Raja Saor, inti dakwaan terhadap Riva Siahaan adalah penetapan harga jual BBM non-subsidi yang terlalu rendah.
“Singkatnya, jaksa menuduh bahwa terdakwa menjual BBM non-subsidi kepada perusahaan swasta dengan harga yang lebih murah dari harga jual minimum (bottom price) yang seharusnya, bahkan ada yang lebih rendah dari harga pokok produksi Pertamina Patra Niaga,” jelas Fernandes.
Ia menegaskan bahwa dalam bisnis migas, pembeli tidak memiliki kendali atas perhitungan harga dasar, sebab seluruh penawaran mengikuti mekanisme resmi dari pemasok.
“Pembeli biasanya menggunakan proses tender untuk mencari harga termurah. Selama ini mereka membeli dari Patra Niaga karena ditawarkan harga paling rendah. HPP dan bottom price itu kan bukan informasi publik, jadi wajar kalau pembeli tidak tahu detailnya,” tambahnya.
Potensi Kerugian Negara Capai Rp2,54 Triliun
Dalam dakwaan disebutkan, kerugian negara akibat penjualan solar di bawah harga pasar mencapai Rp2,54 triliun.
Dari total itu, PT Adaro Indonesia disebut menerima selisih manfaat sekitar Rp168,5 miliar, Vale Indonesia Rp62,1 miliar, dan PAMA Persada Nusantara Rp958 miliar.
Baca Juga: Lowongan Kerja di Bank BTN Terbaru, Dibuka Hingga 21 Oktober 2025
Fernandes menjelaskan bahwa pemerintah tetap bisa menagih kekurangan bayar atau pertanggungjawaban administratif dari pihak korporasi, namun nilainya perlu dihitung secara proporsional.