ASPIRASIKU – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan kesiapan untuk membahas usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, yang menetapkan bahwa kebijakan ekspor-impor didasarkan pada hasil koordinasi antar kementerian.
“Menanggapi permintaan pembatasan impor singkong dan tapioka, Kemendag siap melakukan pembahasan usulan lartas tersebut di Kemenko Bidang Perekonomian,” ujar Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, Jumat (9/5/2025).
Baca Juga: Nyaris Tak Hadir di Pernikahan Luna Maya, Vidi Aldiano: Undangannya Salah Nomor!
Isy menegaskan bahwa Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi, dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah, serta dinamika perdagangan global.
Ia juga menyampaikan bahwa pembahasan akan dilakukan ketika kondisi ekonomi dunia membaik, sesuai dengan arahan Kemenko Bidang Perekonomian.
“Keputusan terkait lartas impor singkong dan tapioka juga tentunya dengan mempertimbangkan masukan dari para pemangku kepentingan terkait,” tambahnya.
Baca Juga: Mau Tahu Kecocokan Jodoh Berdasarkan Weton? Ini 3 Alat Penghitung Online yang Akurat!
Namun, dinamika isu ini memicu respons politik di daerah, khususnya di Provinsi Lampung. Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandarlampung sebelumnya menggelar aksi unjuk rasa dan menuding Menteri Perdagangan sekaligus Menko Pangan, Zulkifli Hasan, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas anjloknya harga singkong di Lampung.
Tudingan ini menuai kritik dari sejumlah pihak, termasuk dari Wakil Ketua DPW PAN Lampung, Suprapto, yang menilai pernyataan PMII tidak produktif dan berpotensi memecah belah.
“Aksi membela petani patut diapresiasi, tapi jangan digunakan untuk menyerang tokoh Lampung sendiri. Kita seharusnya kompak membangun Lampung,” ujarnya.
Suprapto menilai bahwa tudingan tersebut tidak berdasar dan justru memperlihatkan kurangnya pemahaman terhadap proses pengambilan kebijakan impor.
Ia menegaskan bahwa kewenangan atas kebijakan lartas berada di tangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, bukan Mendag atau Menko Pangan.