Makassar, ASPIRASIKU – Auditorium Universitas Islam Negeri - UIN Alauddin Makassar pada Rabu (17/9/2025) dipenuhi suasana khidmat.
Bendera merah putih berkibar, toga hitam berbaris rapi, dan lantunan ayat suci Al-Qur’an membuka acara pengukuhan Guru Besar yang dinanti civitas akademika.
Di tengah tepuk tangan meriah, seorang lelaki sederhana melangkah ke podium.
Ia adalah Prof. Dr. Drs. H. Supardin, M.H.I, anak seorang petani asal Makassar, yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fikih Mawaris dan Hukum Kewarisan.
Baca Juga: Penjagaan Gedung DPR oleh TNI Tuai Polemik, TNI AD Tegaskan Hanya Jalankan Aturan
Dari Sawah ke Dunia Akademik
Supardin lahir dari pasangan almarhum Diusman Djahir (Diu) dan almarhumah Sitti Fatimah (Pati).
Meski hidup dalam keterbatasan ekonomi, kedua orang tuanya selalu menanamkan pentingnya pendidikan.
“Ilmu adalah harta yang tak ternilai. Bekal itu adalah warisan berharga bagi saya,” kenang Prof. Supardin.
Semangat itu membawanya menempuh pendidikan tinggi di IAIN Alauddin Ujung Pandang, Fakultas Syariah, Jurusan Peradilan Agama, hingga lulus pada 1991.
Baca Juga: Fenomena 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' Viral, Publik Geram Penyalahgunaan Sirene dan Strobo
Setelah menuntaskan studi magister di bidang Hukum Islam (2006), ia melanjutkan hingga meraih gelar doktor di UIN Alauddin Makassar pada 2013.
Tekun di Fikih Mawaris
Sejak awal karier, Supardin dikenal konsisten mendalami fikih mawaris. Baginya, hukum kewarisan Islam tidak sebatas pembagian harta, tetapi juga wujud keadilan sosial dalam keluarga.