ASPIRASIKU - Peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2025 diwarnai dengan tuntutan buruh terhadap rendahnya sistem pengupahan yang kini semakin menurun.
Ketidakseimbangan antara pendapatan yang diterima dengan biaya kebutuhan pokok yang terus meningkat menjadi keluhan utama.
Kondisi ini diperparah sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang dianggap tidak seimbang dengan realita ekonomi saat ini.
Baca Juga: Detail Gaji Para Alumni PKN STAN Dari yang Terendah Hingga yang Tertinngi! Cek Selengkapnya
Menurut Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, Guru Besar UGM Bidang Ketenagakerjaan, solusi untuk meningkatkan upah buruh dapat ditemukan melalui perubahan fokus industri.
"Industri Indonesia lebih banyak mengandalkan padat karya daripada teknologi. Pemerintah seringkali menahan kenaikan upah untuk menjaga kelangsungan industri padat karya, namun ini menjadi masalah besar bagi buruh," ujarnya saat ditemui di Kampus UGM, Rabu (7/5).
Tadjuddin menekankan pentingnya diversifikasi industri dengan mengembangkan sektor berbasis teknologi.
Baca Juga: Gegara 'Pono' dan Pernyataan Kontroversial, Ahmad Dhani Ditegur MKD DPR dan Wajib Minta Maaf
Dengan demikian, upah yang diterima buruh akan lebih tinggi, sesuai dengan kemajuan teknologi dan produktivitas.
Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah, pengusaha, dan buruh untuk bersama-sama mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
"Jika upah buruh dinaikkan sesuai tuntutan tanpa mempertimbangkan kapasitas perusahaan, industri yang tidak mampu membayar gaji akan terpaksa gulung tikar. Ini justru akan merugikan semua pihak," tambahnya.
Baca Juga: Ahmad Dhani Minta Maaf atas Ucapan yang Dianggap Menghina Marga Pono, MKD Jatuhkan Sanksi Ringan
Tadjuddin juga menyebutkan bahwa tingginya angka pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini, terkait dengan dominasi industri padat karya.
Pembatasan usia pada pelamar pekerjaan, menurutnya, menjadi salah satu cara perusahaan menyaring tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan mereka.