Evaluasi tersebut kini dilakukan lintas kementerian dan lembaga, mencakup pengawasan rantai pasokan bahan pangan hingga sistem distribusi.
“Program ini bagus untuk generasi sehat, generasi pintar, generasi emas negara Republik Indonesia,” tegas Aries.
Baca Juga: DPR Desak BUMN Tambang Transparan, Reklamasi Tambang BUMN Tak Boleh Sekadar Formalitas
Akar Masalah yang Tak Boleh Diabaikan
Sementara itu, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, mengingatkan agar investigasi tidak hanya berhenti di dapur.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Jawa Barat, ditemukan bakteri Salmonella dari makanan berprotein tinggi seperti daging dan telur, serta Bacillus cereus akibat penyimpanan nasi yang tidak tepat sebagai penyebab dominan keracunan massal siswa di daerah tersebut.
“Secara umum WHO menyebutkan setidaknya ada lima hal yang dapat dideteksi di laboratorium untuk menilai keracunan makanan,” jelas Tjandra, Sabtu (27/9/2025).
Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru di Bank BTN, Dibuka Hingga 16 Oktober 2025, BURUAN CEK!
Ia menambahkan, faktor penyebab keracunan dapat berasal dari berbagai sumber—mulai dari kebersihan alat masak, sanitasi air, hingga keamanan distribusi bahan mentah.
Perbaikan Sistem, Bukan Sekadar Ganti Koki
Meski langkah cepat BGN dengan mengerahkan ribuan koki patut diapresiasi, para ahli menilai perbaikan sistemik lebih dibutuhkan dalam jangka panjang.
“Potensi keracunan massal masih bisa terjadi kalau sistem bahan mentah dan distribusinya tidak diperbaiki,” ujar Tjandra.
Ia menegaskan, pengawasan bahan baku, standardisasi dapur, serta kontrol distribusi harus menjadi fokus utama agar program MBG benar-benar aman dan berkelanjutan.***