ASPIRASIKU – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menuai kontroversi setelah mengumumkan penghentian suplai obat untuk penyakit HIV, Malaria, dan Tuberkulosis ke negara-negara berpenghasilan rendah.
Keputusan ini merupakan bagian dari kebijakan pembekuan bantuan dan pendanaan AS yang mulai berlaku pada 20 Januari 2025.
Indonesia termasuk salah satu negara yang terdampak akibat kebijakan ini.
Keputusan Trump ini didasarkan pada konsep “America First” yang menitikberatkan kepentingan nasional AS di atas kerja sama global.
Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran besar, terutama terkait keberlanjutan program kesehatan yang selama ini bergantung pada bantuan Amerika Serikat.
Baca Juga: Penelitian: Kantong Teh Celup Berbahan Plastik Lepaskan Mikroplastik ke dalam Tubuh
Pengaruh Global: Gangguan pada Program Kesehatan
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Ernawaty, drg., M.Kes., menilai bahwa penghentian bantuan ini dapat berdampak besar bagi berbagai program kesehatan dan pendidikan yang bergantung pada pendanaan AS, khususnya melalui USAID.
“Dengan berhentinya bantuan ini, penanggulangan penyakit seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria bisa terganggu," katanya.
"Bahkan, penghentian ini juga bisa memicu pemutusan hubungan kerja bagi tenaga profesional yang selama ini terlibat dalam proyek-proyek kesehatan,” ungkapnya.
Tak hanya berimbas pada tenaga medis, kebijakan ini juga dinilai dapat mengganggu stabilitas ekonomi lokal, terutama di negara-negara yang masih sangat bergantung pada program bantuan kesehatan dari Amerika Serikat.
Baca Juga: Ini Alasan Mengapa Burung Hantu Menguntungkan Bagi Petani, Jawabannya...
Dampak Bagi Indonesia: Mampukah Bertahan?
Indonesia sendiri selama ini telah melakukan diversifikasi sumber hibah kesehatan, tidak hanya mengandalkan bantuan dari AS.
