ASPIRASIKU - Generasi Z alias Gen Z dinilai semakin akrab dengan pola kerja di era gig economy, yakni sistem kerja berbasis proyek atau kontrak jangka pendek yang mengandalkan platform digital.
Bagi banyak anak muda, pekerjaan lepas kini bukan lagi sekadar pilihan sampingan, melainkan menjadi sumber utama penghasilan.
Laporan Bank Dunia 2023 mencatat lebih dari 435 juta pekerja lepas di seluruh dunia, setara 12,5 persen dari total tenaga kerja global.
Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah dalam beberapa tahun mendatang.
Direktur Utama Black Mammoth, Stoy Hall, menyebut fenomena ini membuka peluang sekaligus menghadirkan tantangan.
“Mereka punya fleksibilitas, otonomi, dan banyak sumber penghasilan. Itu luar biasa. Tapi mereka juga kehilangan hal-hal penting untuk masa depan, seperti pensiun, asuransi kesehatan, dan penghasilan yang stabil,” ujarnya, dikutip dari Investopedia, Minggu (31/8/2025).
Gen Z disebut sebagai penggerak utama pergeseran ini.
Laporan Ogilvy memperkirakan pada 2027, hampir separuh tenaga kerja di negara maju akan terjun ke dalam gig economy.
Pertumbuhannya bahkan tiga kali lebih cepat dibanding pekerjaan konvensional.
Meski tampak menjanjikan, pola kerja fleksibel ini menuntut kedisiplinan finansial. Tanpa perencanaan matang, pekerja lepas berisiko terjebak dalam kerentanan ekonomi.
“Pendapatan yang tidak menentu membuat anggaran sulit dijaga. Strategi yang bisa diterapkan adalah menyusun belanja bulan ini berdasarkan penghasilan bulan lalu, lalu sisihkan dana lebih untuk tabungan darurat,” tulis Investopedia.
Para ahli menekankan pentingnya dana darurat bagi pekerja lepas, idealnya setara 6 hingga 12 bulan pengeluaran—lebih besar dari standar tiga bulan.