Jakarta, ASPIRASIKU – Publik tengah dihebohkan dengan pengakuan influencer kenamaan Jerome Polin yang menyebut mendapat tawaran untuk menjadi buzzer guna meredam aksi unjuk rasa terhadap Parlemen RI.
Lewat akun Instagram pribadinya, @jeromepolin, pada 29 Agustus 2025, Jerome membagikan tangkapan layar ajakan membuat narasi damai yang disebut melibatkan pemerintah, DPR, Korps Brigade Mobil (Brimob), hingga pengemudi ojek online.
“Ini (terkait) buat narasi untuk pencitraan seolah semua baik-baik saja. Jangan sampai lengah, jangan terpecah belah, kawal terus,” tulis Jerome.
Baca Juga: Prabowo Jenguk Korban Demo di RS Polri, Instruksikan Kenaikan Pangkat untuk Aparat yang Terluka
Unggahan itu langsung viral dan memunculkan spekulasi bahwa pemerintah lebih memilih buzzer ketimbang media massa untuk meredam gejolak unjuk rasa.
Fenomena ini kemudian menuai kritik dari sejumlah pakar komunikasi hingga akademisi yang menilai strategi tersebut justru kontraproduktif.
Kritik Pakar Komunikasi
Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto tidak mengulangi pola lama di era Jokowi yang banyak mengandalkan buzzer.
Baca Juga: BPS Catat Deflasi 0,08 Persen pada Agustus 2025, Inflasi Tetap Terkendali
“Tak bisa dipungkiri era Presiden Jokowi banyak menggunakan buzzer dan influencer,” ujarnya, 31 Agustus 2025.
Menurut Jerry, komunikasi publik yang kredibel seharusnya disampaikan langsung oleh pejabat negara atau melalui media dengan mekanisme verifikasi.
Minimnya Strategi Komunikasi Publik
Hal senada disampaikan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo. Ia menilai komunikasi publik pemerintahan Prabowo–Gibran belum jelas arah strateginya.
Baca Juga: Sering Minum Kopi Bikin Gigi Kuning, Ini Rekomendasi Pasta Gigi untuk Pecinta Kopi