ASPIRASIKU — Kasus keracunan makanan pada pelajar kembali mencuat ke permukaan.
Kali ini, sebanyak 400 siswa di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengalami gejala mual, pusing, sakit perut, hingga diare usai diduga mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menanggapi hal ini, Dede Nasrullah, pakar kesehatan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan makanan MBG.
“Badan Gizi Nasional (BGN) harus memastikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memenuhi standar ketat dalam penyediaan dan distribusi makanan. Pengawasan harus dilakukan secara berkala,” ujar Dede pada Minggu (4/5/2025).
Baca Juga: Ingin Anak Berprestasi? Ini Sikap Terbuka Orang Tua yang Mendorong Kolaborasi dengan Sekolah!
Ia menekankan pentingnya penerapan SOP secara menyeluruh, mulai dari pengadaan bahan, proses pengolahan, penyimpanan, hingga penyajian makanan kepada para siswa.
Selain itu, aspek higienitas dan pemahaman SPPG mengenai makanan anak-anak juga harus diperhatikan.
“SPPG harus memiliki pengetahuan tentang penyajian makanan sehat untuk anak. Pemerintah juga jangan asal memberikan izin, harus ada pengecekan menyeluruh terhadap lokasi dan sistem kerjanya,” tegasnya.
Menurut Dede, jika ditemukan kasus serupa, izin pengelola makanan harus segera dicabut.
Baca Juga: 7 Pekerjaan Sampingan yang Cocok untuk Usia 35 Tahun ke Atas, Bisa Dikerjakan Setelah Pulang Kerja
Ia juga mengimbau masyarakat, khususnya penerima program MBG, agar lebih waspada terhadap ciri-ciri makanan basi seperti bau asam, tekstur berlendir, atau muncul jamur, terutama pada makanan berkarbohidrat seperti nasi, mie, dan lontong.
“Pengecekan sederhana menggunakan panca indra bisa sangat efektif dalam mencegah konsumsi makanan yang tidak layak,” tambahnya.
Kasus keracunan ini menjadi perbincangan publik nasional. Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, turut memberikan tanggapan.
Dalam Sidang Kabinet di Istana Negara pada Senin (5/5/2025), ia menyatakan bahwa jumlah siswa yang mengalami keracunan tergolong sangat kecil jika dibandingkan dengan total penerima program MBG.