ASPIRASIKU - Sebuah studi yang dirilis oleh SingHealth Polyclinics baru-baru ini menunjukkan peningkatan kasus kehamilan tak diinginkan di Singapura.
Data tersebut menyoroti tren yang mengkhawatirkan, di mana jumlah perempuan yang mencari rujukan aborsi.
Dari delapan poliklinik yang melakukan praktik demikian antara tahun 2017 hingga 2020 meningkat sebanyak 60 persen.
Baca Juga: Bunda Harus Tahu, Berikut Ini Resep Tumis Buncis Praktis, Sehat, dan Bergizi Untuk Menu Bekal Anak
Menurut studi tersebut, perempuan yang mencari rujukan aborsi kemungkinan besar adalah wanita lajang yang berusia di bawah 20 tahun atau di atas 40 tahun.
Lebih dari 10 persen pasien bahkan dirujuk untuk melakukan aborsi secara berulang.
Pada tahun 2020, sekitar 4.000 kasus aborsi dilakukan terhadap perempuan Singapura, menurut data Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Tips Merawat Kucing Agar Bulu Tetap Indah dan Sehat, Cocok untuk Semua Jenis Kucing
Faktor penyebab dari peningkatan kasus kehamilan tak diinginkan tersebut bervariasi.
Konsultan Obstetri dan Ginekolog Singapura, dr. Ryan Lee, menyebut bahwa minimnya kesadaran dan pengetahuan terkait dengan pendidikan seksualitas.
Minimnya pengetahuan terkait pemahaman risiko aborsi medis, tradisi budaya, dan keterbatasan akses terhadap layanan keluarga menjadi faktor yang berperan dalam peningkatan kasus tersebut.
Baca Juga: Cara Bikin Mata Sehat Secara Optimal: Pentingnya Perawatan dan Pencegahan, Simak Ulasan Berikut Ini
Literatur medis juga menunjukkan adanya kekhawatiran terkait dengan dampak kesehatan masyarakat dan sosial akibat kehamilan yang tidak direncanakan.
Perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan cenderung mengalami tingkat kecemasan, perasaan negatif, dan gejala depresi yang lebih tinggi selama kehamilan dan pasca persalinan.