ASPIRASIKU – Kali ini kita akan membahas mengenai tips yang dapat membantu kita dalam menghilangkan stres menurut cara Alkitab, jadi bagi kalian yang punya masalah yang sama semoga artikel ini dapat membantu kalian.
Stres biasanya terjadi ketika orang memiliki harapan yang terlalu tinggi dan ketika yang terjadi tidak sesuai dengan harapan itu maka mereka akan kecewa, karena itu disini akandibagikan tips atau cara menghilangkannya berdasarkan Alkitab.
Alkitab sendiri berisi petuah nasihat Allah yang harus dijalankan oleh setiap orang yang membacanya, cara kerjanya pun penuh misteri maka sebelum membacanya kita wajib meminta hikmat dari Allah sendiri agar dapat menemukan tips atau cara hilangkan stres.
Baca Juga: Sisi Buruk Kepribadian Seorang ENTJ Berdasarkan Hasil Myers Briggs Type Indikator
Melalui kanal Youtube GKI Salatiga dalam program Sapaan dan Renungan Pagi GKI Salatiga, penatua Maria Jeane Taruli memberikan sebuah renungan singkat dengan berpedoman pada Matius, 6:33 yang tentu berkaitan dengan stres.
Kitab Matius sendiri ditulis pada tahun 80 sebelum masa bersama, kitab ini ditujukan kepada pendengar kaum Yahudi yang sangat spritual sehingga setiap teks yang terdapat didalamnya sangat menekankan sifat keilahian dari Yesus.
Kalau kalian yang akrab dengan studi teologi kalian akan dengan mudah menemukan perbedaan-perbedan injil Matius dan beberapa injil sinopsis lannya, karena setiap penulisnya memiliki kepentingannya masing-masing.
Teks Matius 6:33 sendiri bertujuan agar dapat mengajak para pendengarnya saat itu khususnya kaum Yahudi, agar mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan kerajaan Allah maka hal lainnya akan ditambahkan kepada mereka oleh Allah.
Hal tersebut merupkan bagian dari sebuah perikop mengenai hal kekuatiran, Yesus tentu sangat paham kebutuhan dasar dari setiap orang yang hadir pada saat itu, kita bisa membayangkan bagaimana bingungnya para pendengar saat itu.
Pandangan mereka mengenai kerajaan Allah sendiri mungkin bersifat hal yang sorgawi, sedangakn kita masih ada di dunia ini, kita perlu makan, minum, berpakaian dan kebutuhan lainnya maka sangat aneh jika kita harus meninggalkan semua hal tersebut.
Demi menyongsong sebuah kekelan yang tidak dapat dijangkau oleh nalar seorang manusia, maka tidak heran jika para pendengarnya menganggap Yesus sebagai orang aneh, apalagi konteks dari Yahudi sendiri masih dijajah oleh orang Romawi.