Lombok Timur, ASPIRASIKU — Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah lama menjadi salah satu pilar penting perekonomian nasional melalui kontribusi remitansi dan peningkatan kesejahteraan keluarga.
Namun, tidak sedikit Purna PMI yang menghadapi tantangan berat ketika kembali ke tanah air, seperti keterbatasan keterampilan usaha, minimnya akses permodalan, hingga kesulitan mencari peluang ekonomi berkelanjutan.
Menjawab tantangan tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BRI Peduli kembali meluncurkan Program Pemberdayaan Purna Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca Juga: Mahfud MD Puji Menkeu Purbaya: Tidak Bebani Rakyat, Sikat Korupsi dan Pajak Ilegal
Program ini dirancang khusus untuk membantu para mantan pekerja migran agar mampu mandiri secara ekonomi setelah kembali ke Indonesia.
Kali ini, program menyasar Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan fokus di Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.
Sebanyak 30 Purna PMI mengikuti berbagai pelatihan yang berfokus pada pengembangan keterampilan kewirausahaan berbasis potensi lokal, yaitu kerajinan bambu.
Pelatihan yang diberikan meliputi pengembangan produk bambu berbasis tren pasar, teknik anyaman lanjutan, diversifikasi produk berkualitas ekspor, pengelolaan keuangan dan harga pokok penjualan, strategi pemasaran dan branding, hingga inovasi desain produk.
Corporate Secretary BRI, Dhanny, menjelaskan bahwa tujuan utama dari program ini adalah untuk membekali Purna PMI dengan keterampilan dan pengetahuan agar mampu memulai usaha secara mandiri atau mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Dengan dukungan mentor yang berpengalaman, Purna PMI akan memiliki kesempatan mengembangkan usaha secara mandiri atau memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang mereka. Program ini diharapkan mendorong kemandirian, kesejahteraan, dan kontribusi aktif dalam pembangunan ekonomi masyarakat,” jelas Dhanny.
Baca Juga: Lowongan Kerja ODP Regional Business di Bank Mandiri, Daftar Sebelum 31 Oktober 2025
Desa Loyok sendiri telah lama dikenal sebagai sentra penghasil anyaman bambu di Lombok Timur.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para perajin menghadapi tantangan seperti keterbatasan bahan baku dan persaingan dengan produk modern.